KEBENARAN DI BALIK TOPENG
Dari
tak terduga menjadi hal yang nyata, diingat juga percuma berakhir dengan cerita
yang tak bisa dicerna dengan akal sehat dan fakta, karena iya kejujuran terasa
berat baginya untuk mengungkapkan kebenaran bukan dengan kata Hijrah.
Dia seorang wanita yang pernah singgah
di sebuah cerita yang singkat (2014-2017), dan kata-kata janji menjadi bualan
omong kosong yang tidak mempunyai arti apa-apa. Iya dia sosok wanita yang
awalnya ku kenal bisa di perjuangkan karena dari latar belakang keluarga yang
terpandang secara formal keluarga yang baik-baik.
Bermula dari kepercayaan dan kebebasan
yang ku berikan agar bagaimana Dia bisa mengapresiasikan yang mana menurut dia
salah dan benar, walaupun kebenaran hanya milik Sang Illahi. Yang ku kenal
sudah bukan dia tetapi dengan karakter berbeda rupa yang sama dan prilaku yang
tak semua pada umumnya wanita berhijab.
bertopengkah ? salahkah ? timbul
pertanyaan pertanyaan yang tak pernah terpikirkan semula menjadi Bumerang hati
yang terlukai, ketidak pekaan dari ku ialah sudah tidak mengerti dia yang
sekarang tidak lagi dia Boggo yang dulu Lugu, Terbuka, Sopan dan Tidak Keras
Kepala.
Tapi satu hal yang ku ingat ialah keluh
kesah darinya yang dulu pernah dilontarkan dari Bibir Mungil dengan Tatapan
Marah Penuh Kebincian karena Sakit Hati dan pasrah akan kenyataan yang dihadapi
dalam keluarganya selaku anak yang tertua dari 4 bersaudara yang memikul beban
nantinya, yaitu ketidak sukaan pada ayahnya dengan sikap ceroboh dan egois yang
tega menduakan ibunya demi wanita yang sangat dibencinya dan berkata “kak saya
tidak tahan dengan keadaan sekarang, etta teganya berpaling tanpa rasa tanggung
jawab dan bersalah serta egois dalam keputusannya sendiri membangun hubungan RT
baru, kasihan ummi serta adik-adik, sya tidak tahu lagi harus berbuat apa
sekarang kak, saya binci atas sikap tidak bertanggung jawab dan egoisnya etta
yang memilih orang ketiga tersebut, sya mau berhenti kuliah saja kak, kasihan
ummi, saya mau pulang kak”. Dengan tatapan senyum ku memandang dirinya yang ku
sayangi dengan penuh rasa marah dan sangat peduli padanya, dan berkata “yang
sabar boggo tidak ada ujian dari Allah yang melampui batas umatnya, ambil saja
hikmahnya nantinya de juga pahami, biarkan saja dan jangan tambah buat beban
pada mama, kasihan mama yg sudah berjuang untuk keberhasilan kalian de’
apalagikan boggo anak yg tertua, kalo hari ini boggo putuskan kuliah dengan
keadaan terpaksa lagi emosi itu bukan cara jalan keluar yg bisa menyelesaikan
problem keluarga, jalani saja apa yg sudah di awali dengan suar lelah mama,
nantinya kedepan dengan boggo punya titel yang pantas kak yakin akan dapat
kerja yang layak untuk mama dan adik-adik disana, harapan semua ada pa boggo,
kak janji selalu sama-sama hadapi dan cari solusi bersama”. Dengan tatapan
penuh marah dan berlilitan air mata dia berkata “TERIMA KASIH KAK”
Seiring berjalannya waktu semua kita
lalui bersama dan pada akhirnya ku diterima di sebuah perusahaan BUMN dan
ditepatkan di sebuah daerah yang tidak sedaratan dengannya dan disitulah
keraguan mulai muncul dikarenankan dia yang kupercayai dan kubebaskan dia dalam
pergaulan demi kebahagiaannya dan kutinggalkan dia di kamar yang ku tempati
agar dia lebih aman dan merasa selalu tetap sama-sama. Tetapi cerita dan janji
yang pernah dibicarakan mulai berubah, berubah semenjak dia membuka hatinya ke
lain hati, yg lupa akan siapa yang selalu bersama, serta sempat di lamar oleh
pria yang disembunyikan serta saya balik dengan tujuan ingin mempertanggung
jawabkan kesalahan yang pernah terjadi selama berhubungan dengannya, dan
jawabnya, plin plan dan terakhir kata maaf dia lagi sibuk, serta bermohon, hal
yg sama terulang kembali pada bulan yg sama yaitu bulan agustus, tolong hargai
dan mangarti akang pa de’ (boggo) untuk sekarang dia sudah tak mau berhubungan
karena ingin memperbaiki diri dan mengakui sebagian kecil kesalahan yang
sebagian besar belum ku ketahui, seiring berjalan waktu, pada hari itu di atas
gunung lebih meyakinkan ternyata dia lari dengan kata HIJRAH kejalan kebenaran
(kebohongan yang pada akhirnya hijrah ke lain Hati) dan serta bermaksud
menanyakan secara baik baik tetapi jawabnya hanya seorang kakak di kampong, dan
kuputuskan untuk keluar serta tidak tinggal dan berlindung bersama saya,
kebencian darinya pun semakin memuncak seakan akan aku lah yang memulai
persoalan semua ini,.
Pada akhirya dia tidak ada bedanya denga
ayahnya yg mengambil keputusan tanpa memikirkan perasaan orang yg berjuang
bersamanya, dan hanya Do’a terbaik selalu ku hanturkan agar dia selalu Bahagia
bersama pilihannya demi kebaikan hidupnya nantinya. Serta berkata terima kasih
atas segalanya dan terimakasih telah meninggalkan cerita yang banyak pelajaran
yang bisa kupelajari pada hubungan berikutnya yang sampai kapanpun kutak tau
pada siapa tempat persandaran terkahir. Yang benar benar ingin berjuang bersama-sama.
Itulah akhir dari cerpen yang
berjudul KEBENARAN DI BALIK TOPENG. Semoga bermanfaat, TERIMAKASIH
Penulis__MS
No comments:
Post a Comment