Thursday 2 November 2017

MAKALAH SISTEM PERPAJAKAN INDONESIA



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kita haturkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Perpajakan Indonesia,
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi mahasiswa khususnya dan pada umumnya bagi pembaca agar mengetahui mengenai fungsi pajak Pajak serta manfaatnya bagi bangsa Indonesia.

Dalam penyusunannya penulis menyadari masih banyak kekurangan, oleh karena keterbatasan waktu serta kemampuan penulis yang terbatas pula.Walaupun demikian, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terwujud.Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya guna penulisan makalah yang selanjutnya agar lebih baik.



Manado 01 november 2017

Penulis









DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah................................................................................................................1
1.3  Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II KERANGKA TEORI
2.1  Pengertian Pajak..................................................................................................................2
2.2  Pengelompokan pajak.........................................................................................................3
2.3  Fungsi Pajak........................................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
3.1    Objek Pajak Air Tanah......................................................................................................7
3.2    Bukan Objek Pajak Air Tanah..........................................................................................7
3.3    Subjek dan Wajib pajak Air Tanah...................................................................................7
3.4    Izin Pengambilan Air Tanah.............................................................................................7
3. 4.1 Macam-macam Izin Air Tanah......................................................................................8
3. 4.2 Izin Pemanfaatan Air Tanah Dapat dicabut apabila.......................................................8
3. 4.3 Dasar Pengenaan, Tarif, dan cara Perhitungan pajak air Tanah.....................................9

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan......................................................................................................................17
4.2 Saran................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

             Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar. Dari tahun ke tahun pajak juga menjadi perbincangan dari pemerintah sendiri karena dari realisasi penerimaan yang kurang dari target yang sudah direncanakan oleh Menteri Keuangan. Oleh karena itu perlu adanya perhatian yang khusus dari semua kalangan baik dari Menteri Keuangan, Direktorat Jendral Pajak, maupun masyarakat itu sendiri.
             Pajak menempati posisi terpenting di sebagian besar negara berkembang karena pajak merupakan sumber utama penerimaan negara.Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.Penggunaaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat.Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara  menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintah dan pembiayaan pembangunan.

1.2.            RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi Rumusan Masalah dari penulisan ini:
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam
Penulisan  ini adalah : Bagaimana kita mengetahui tentang Sistem Perpajakan Di Indonesia?

1.3.      TUJUAN
1.      Memberikan wawasan mengenai apa itu Pajak ?
2.     Memberikan penerangan mengenai apakah manfaat pajak bagi masyarakat Indonesia?

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1.     PENGERTIAN PAJAK
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
a)      Rifhi Siddiq 
Pajak adalah iuran yang dipaksakn pemerintahan suatu negara dalam periode tertentu kepada wajib pajak yang bersifat wajib dan harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara dan bentuk balas jasanya tidak langsung
b)   Leroy Beaulieu 
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah
c)   P. J. A. Adriani 
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
d)  Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH 
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment'
e)              Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R 
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
2.2.            PENGELOMPOKAN PAJAK
Penggolongan Pajak Dalam berbagai literatur llmu Keuangan Negara dan Pengantar llmu Hukum Pajak terdapat pembedaan atau penggolongan pajak (classes of taxes, kind of taxes) serta jenis-jenis pajak. Penggolongan pajak diatur menurut sifat dan sistem pemungutannya, dan penggolongan-penggolongan tersebut semuanya dilakukan berdasarkan wajib pajak. Aturan mengenai perpajakan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak pemerintah terkait bertujuan untuk membangun infrastruktur sebuah negara. Seperti,Rumah Sakit Umum Daerah, Jalan Raya, dan fasilitas umum lainnya yang berguna untuk masyarakat. Pada umumnya pajak digolongkan atas beberapa bagian seperti Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung, penggolongan pajak pusat dan pajak daerah, menurut golongan pajak, pajak subjektif dan objektif serta menurut pajak pribadi atau menurut pajak kebendaan. OECD juga membuat penggolongan tersendiri atas kriteria tertentu.
a.      Menurut golongannya:
1.      Pajak langsung, pajak yang dikenakan pada wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Dalam arti ekonomis ialah pajak yang beban pembayarannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak bersangkutan dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Pajak angsung dalam arti administratif ialah pajak yang dipungut secara erkala. Contoh: pajak penghasilan (Pph)
2.       Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau ilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian ekonomis adalah ajak yang beban pembayarannya dapat dilimpahkan kepada orang lain, ang menanggung beban pajak pada akhirnya adalah konsumen. Dalam engertian administratif adalah pajak uang dipungut setiap terjadi eristiwa yang menyebabkan terhutangnya pajak. Misal saat penyerahanpenjualan dari produsen pada konsumen, saat pembuatan akta, suratpersetujuan (sewa menyewa, jual beli, pinjam meminjam), pajak pertambahan nilai (Ppn), pajak bea materai (pajak atas dokumen), bea balik nama, pajak tontonan dan sebagainya.
b.      Menurut sifatnya
1.      Pajak Subjektif (pajak perseorangan); ialah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Dalam pemungutannya pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi pembayarnya (subyeknya). Status pembayar pajak akan mempengaruhi besar kecilnya pajak yang akan dibayarkan. Misal status bujangan atau perawan, status kawin, jumlah tanggungan keluarga dalam pajak penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi,
2.      Pajak objektif. (pajak kebendaan); yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Dalam pemungutannya pertama-tama melihat obyeknya baik berupa benda, keadaan perbuatan dan peristiwa yang menyebabkan kewajiban membayar pajak. Besar kecilnya pajak tidak dipengaruhi oleh keadaan subyeknya, setelah ketemu obyeknya baru dicari subyeknya (orang atau badan yang bersangkutan), contoh: PPN, PKB dan PBB.
c.       Menurut lembaganya pemungutnya
Pajak Pusat (Pajak Negara); adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh departemen keuangan dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
Pajak yang dipungut pemerintah pusat, adalah oleh Dirjen Pajak, yakni: PPh: Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan pada tingkat keberhasilan tertentu PPN (Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa) dan Ph.Bm. (pajak penjualan atas barang mewah). Keduanya merupakan satu kesatuan sebagai pajak yang dipungut atas konsumsi dalam negeri oleh karena itu terhadap penyerahan atau import barang mewah selain dikenakan pajak pertambahan nilai juga dikenakan pajak penjualan atas barang mewah PBB adalah pajak atas harta tidak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property tax) Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen Bea Lelang adalah pajak yang dikenakan atas barang yang penjualannya dengan cara penjualan lelang.

2.3. FUNGSI PAJAK
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, kususnya didalam pelasaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.      Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,pemeliharaan,dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2.      Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
3.      Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
4.      Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Objek pajak air tanah
Objek pajak air tanah adalah pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. Pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah adalah pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah yang digunakan oleh orang pribadi atau badan untuk berbagai keperluan, antara lain konsumsi perusahaan, perkantoran dan rumah tangga.
3.2  Bukan objek pajak air tanah
Dikecualikan dari objek pajak air tanah adalah kegiatan di bawah ini.
a)      Pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat serta peribadatan.
b)      Pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah lainnya yang di atur dengan peraturan daerah. Misalnya pengambilan air tanah dan atau air permukaan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta untuk keperluan pemadaman kebakaran, tambak rakyat, riset atau penelitian, dan sebagainya.

3.3  Subjek dan wajib pajak air tanah

a)      Subjek pajak air tanah yaitu orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.
b)       Wajib pajak air tanah yaitu orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.

3.4  Izin Pengambilan Air Tanah
Pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan pengaturan dan pemberian idzin bagi orang atau badan yang akan mengambil dan atau memanfaatan air tanah untuk keperluan air minum, rumah tangga, industry, peternakan, pertanian, irigasi, pertambangan, usaha pekotaan dewatering, dan untuk kepentingan lainnya, hanyan dapat dilaksanakan setelah mendapat idzin dari bupati/walikota.
3. 4.1 Macam-macam idzin air tanah
Ø  Izin pengeboran air tanah
Ø   Izin pemanfaatan air tanah
Ø  Izin pemanfaatan air tanah untuk sumur bor
Ø  Izin pemanfaatan air tanah untuk sumur pantek/pasak atau sumur gali.

Izin yang diberikan oleh bupati/walikota tidak dapat dipindahtangankan tanpa persetujuan tertulis dari bupati/walikota dan perubahan izin harus dengan persetujuan bupati/walikota.
Permohonan untuk mendapatkan izin adalah Disampaikan secara tertulis kepada bupati/walikota dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan  dan izin tersebut diberikan oleh bupati/walikota setelah hasil pemeriksaan laboratories kualitas air tanah berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Peraturan daerah tentang izin pemanfaatan air tanah dapat menetapkan izin pemanfaatan air tanah tidak diperlukan dalam hal pengambilan air dilakukan untuk keperluan:
Ø  Air minum dan atau dasar rumah tangga
Ø  Penelitian dan atau penyelidikan yang dilakukan oleh instansi/lembaga pemerintah atau swasta yang telah mendapat pengakuan pemerintah dengan memberikan laporan penelitian kepada gubernur
Ø  Rumah ibadah, panti asuhan, dan bangunan sosial

3. 4.2 Izin pemanfaatan air tanah dapat dicabut apabila

Ø  Pemegang izin tidak melakukan kegiatan selama jangka waktu tertentu, misalnya tiga bulan sejak izin dikeluarkan
Ø   Kualitas air tanah tidak memenuhi persyaratan
Ø  Pemegang izin tidak memnuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalamsurat izin
Ø   Bertentangan dengaan keperntingan umum dan atau mengganggu keseimbangan air atau menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup
Ø   Atas dasar permintaan pemegang izin

3. 4.3 Dasar Pengenaan, Tarif, Dan Cara Perhitungan Pajak Air Tanh

a)      Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah
Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah (NPAT). Besarnya NPAT ditetapakan dengan peraturan bupati/walikota. NPAT dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbankan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut:
1.      Jenis sumber air
2.      Lokasi sumber air
3.      Tujuan pengambilan dan atau pemanfaatan air
4.      Volume air yang diambil dan atau dimanfaatkan
5.      Kualitas air
6.      Tingkat kerusakaa lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan atau pemanfaatan air
Cara menghitung NPAT adalah dengan mngalikan volume air yang diambil dengan harga dasar air. Harga dasar air ditetapkan secara periodic oleh bupati/walikota denga persetujauan DPRD dan memerhatikan faktor-faktor diatas. Harga dasar air yang ditetapakan oleh bupati/walikota dapat mengacu antara laian tariff air yang ditetapkan oleh perusahaan daerah air minum (PDAM)
b)       Tarif PPPABTAP
Tariff pajak air tanah ditetapkan paling tinngi sebesar dua puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keluasan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tariff pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daeraha kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kota/kabupatenn diebri kewenagan untuk menetapkan besaranya tariff pajak yang mungkin berbeda dengan kota/kabupaten lainnya, asalkan tidak lebih dari dua puluh persen.
c)      Perhitungan pajak air tanah
Pajak terutang   = tariff pajak x dasara pengenaan pajak
                           = Tariff pajak x nilai perolehan air tanah
Ø  Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak, dan Wilayah Pemungutan Pajak Air Permukaan
Ø  Masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Ø  Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim kecuali apabila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Ø  Pajak yang terutang apabila wajib pajak yang pemungutan pajaknya menggunakan sistem self assessment, saat terutang pajak terhitung pada saat pengambilan air tanah. Apabila wajib pajak yang pemungutan pajaknya menggunakan sistem official assessment, saat terutang pajak terhitung pada saat SKPD diterbitkan.
Ø  Pajak Air Tanah yang terutang di pungut di wilayah kabupaten/kota tempat air tanah berada.
d)     pengukuhan, pendaftaran, dan pendataan
1.      Pengukuhan
Ø  wajib pajak air tanah yang mengambil air tanah di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan wajib mendaftarkan usahanya kepada dinas pendapatan daerah kabupaten/kota atau satuan kerja perangkat daerah lain yang di tunjuk untuk mengelola pajak kabupaten/kota untuk di kukuhkan dan diberikan NPWPD.
Ø  Surat keputusan pengukuhan dikeluarkan oleh Kepala dinas pendapatan daerah/kota atau kepala satuan kerja perangkat daerah lain yang ditunjuk.
Ø  Surat pengukuhan keputusan tidak merupakan dasar untuk menentukan mulai saat terutang pajak air tanah, tetapi hanya merupakan sarana administrasi dan pengawasan bagi pihak yang ditunjuk.
Ø  Apabila wajib pajak tidak mendaftarkan usahanya dalam jangka waktu yang ditentukan, kepada dinas pendapatan daerah kabupaten/kota atau satuan kerja perangkat daerah lain yang di tunjuk dapat menetapkan wajib pajak secara jabatan dengan pemberian nomor pengukuhan dan NPWPD.
Ø  Tata cara pelaporan dan pengukuhan ditentukan dalam peraturan daerah yang bersangkutan


2.      Pendaftaran dan pendataan

Ø  Petugas pajak  mempersiapkan dokumen yang diperlukan  (formulir pendaftaran dan pendataan) kemudian diberikan kepada wajib pajak.
Ø  Wajib pajak mengisi formulir tersebut dengan lengkap, jelas dan benar.
Ø  Kemudian formulir tersebut di kembalikan kepada petugas pajak.
Ø  Petugas pajak selanjutnya mencatat formulir pendaftaran dan pendataan dalam buku induk wajib pajak berdasarkan nomor urut yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan NPWPD.
Ø  Pelaporan Pajak Dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
Wajib pajak air tanah wajib melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak air tanah yang terutang kepada bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk. Pelaporan disampaikan menggunakan SPTPD dalam jangka waktu tertentu. SPTPD harus diisi dengan lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak. Keterangan dan dokumen yang harus dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPTPD ditetapkan oleh bupati/walikota Umumnya SPTPD harus disampaikan selambat-lambatanya lima belas hari setelah berakhirnya masa pajak.
e)      Cara pemungutan, penetapan, dan ketetapan pajak

1.      Cara pemungutan pajak
Pemungutan pajak tidak dapat diborongkan. Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan kepada pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.
2.      Penetapan Pajak
Setiap wajib pajak yang membayar sendiri pajaknya wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak air tanah yang terutang dengan menggunakan SPTPD. Ketentuan ini menunjukkan bahwa sistem pemungutan pajak air tanah merupakan sistem self assesment.
Walaupun demikian, pada beberapa daerah penetapan pajaknya tidak sepenuhnya diserahkan kepada wajib pajak, tetapi ditetapkan oleh kepala daerah. Terhadap wajib pajak yang pajaknya ditetapkan oleh bupati/walikota, jumlah pajak terutang ditetapkan dengan menerbitkan SKPD. Wajib pajak tetap memasukkan SPTPD, tetapi tanpa perhitungan pajak. Umumnya SPTPD dimasukkan bersamaan dengan pendataan yang dilakukan oleh petugas Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/kota atau petugas lain yang ditunjuk.
3.      Surat Ketetapan Pajak
Berdasarkan SPPT dan pendataan, bupati/walikota menetapkan pajak yang terutang dengan menerbitkan surat ketetapan pajak daerah (SKPD). SKPD harus dilunasi oleh wajib pajak paling lama tiga puluh hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak atau jangka waktu lain yang ditentapkan oleh bupati/walikota.
4.      Surat Tagihan Pajak Daerah
Ø  Diterbitkan apabila:
·         Pajak air tanah dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
·         Hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayarn;
·         Kewajiban pembayaran pajak terutang dalam SKPKB/SKBKBT tidak dilakukan atau tidak sepenuhnya oleh wajib pajak.
·         Pembayaran dan Penagihan Pajak Air Tanah
1.      Pembayaran Pajak Air Tanah
Ø  Tata cara pembayaran pajak air tanah :
·         Pajak air tanah dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah.
·         Pembayaran pajak air tanah yang terutang dilakukan ke kas daerah, bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh bupati/walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD,SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
·         Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
2.      Penagihan Pajak Air Tanah
·         Apabila pajak yang terutang tidak dilunasi setelah jatuh tempo pembayaran maka bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk akan melakukan tindakan penagihan yang tercantum dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding. Tata cara penagihan pajak air tanah yaitu :
·         Fiskus akan mengeluarkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak sebagai awal tindakan penagihan;
·         Apabila wajib pajak belum melunasi hutang pajaknya dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka fiskus akan mengeluarkan surat paksa;
·         Jika wajib pajak masih belum melunasi hutang pajaknya setelah dikeluarkannya surat paksa, maka fiskus akan melakukan tindakan penyitaan, pelelangan, pencegahan dan penyanderaan apabila wajib pajak tetap tidak mau melunasi utang pajaknya sebagaimana mestinya.
·         Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan, Ketetapan dan penghapusan atau pengurangan Sanksi Administasi
Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, bupati/walikota dapat membetulkan SPPT atau SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung dan atau kekeliruan penetapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Selain itu bupati/walikota dapat :
1.      Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
2.      Mengurangkan atau membatalkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
3.      Mengurangkan atau membatalkan STPD;
4.      Membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
5.      Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak.

f)       Keberatan dan Banding

1)      Keberatan
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak tidak sesuai sebagaimana mestinya. Ketentuan pengajuan keberatan :
a.       Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas;
b.      Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak dikeluarkan;
c.       Keberatan dapat diajukan apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak;
d.      Kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk akan mengirimkan bukti penerimaan surat keberatan melalui pos kepada wajib pajak apabila kepala daerah atau pejabat telah menerima surat keberatan yang telah diajukan.
Setelah melakukan pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, fiskus tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan, akan tetapi fiskus akan mengeluarkan keputusan apabila :
1)      Pengajuan keberatan diterima sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada wajib pajak dengan ditambah imbalan bunga sebesar dua persen sebulan untuk jangka waktu paling lama dua puluh empat bulan;
2)      Keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar lima puluh persen dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

2)      Banding
          Apabila wajib pajak tidak puas dengan keputusan keberatan yang di terbitkan bupati/walikota, wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan pengajuan banding :
a.       Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b.      Dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut.
Setelah diperiksa, fiskus akan mengeluarkan keputusan yaitu :
1.      Jika permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar dua persen sebulan paling lama dua puluh empat bulan;
2.      Jika permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar seratus persen dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
3)      Penghapusan Piutang Pajak Air Tanah
Piutang Pajak Air Tanah yang penagihannya sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. Penghapusan Piutang Pajak dilakukan oleh bupati / walikota berdasarkan permohonan penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya yang ditetapkan oleh bupati bupati/walikota untuk menangani pemungutan Pajak Air Tanah. Berdasarkan permohonan tersebut bupati/walikota menetapkan penghapusan Piutang Pajak Air Tanah dengan terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari tim yang dibentuk bupati/walikota.
Ø  Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan Penyidikan Pajak Air Tanah
a.       Kewajiban Pejabat
          Setiap pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota untuk mengelola Pajak Air Tanah dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Ketentuan ini berlaku selain untuk petugas pajak juga bagi mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian akan hak wajib pajak bahwa setiap keterangan dan dokumen yang disampaikannya kepada kepala daerah atau pejabat pajak (petugas) yang ditunjuk hanya untuk kepentingan pengenaan dan pemungutan Pajak Air Tanah.
4)      Ketentuan Pidana
Wajib Pajak Air Tanah yang karena sengaja atau karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara/kurungan dan atau denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak Pidana dibidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu lima tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Sanksi pidana kurungan dan atau denda juga dikenakan terhadap pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan keterangan tentang wajib pajak yang disampaikan kepadanya. Ketentuan pidana ini dimaksudkan agar baik wajib pajak maupun pejabat (fiskus) menjalankan hak dan kewajibannya dengan benar.
5)      Penyidikan Pidana
          Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintah kabupaten/kota di beri wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Pajak Air Tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara PIdana yang berlaku. Penyidikan tindak pidana dibidang Pajak Air Tanah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari semua uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
1.         Pajak merupakan iuran wajib yang harus di bayar oleh setiap warga Negara Indonesia berdasarkan jenisnya masing-masing.
2.         Apabila terjadinya pelanggaran seperti tidak membayar iuran wajib pajak tersebut maka akan mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
3.         Di dalam pembayaran iuran perpajakan tidak adanya toleransi.
4.         Ketentuan pembayaran pajak sesuai menurut jenisnya masing-masing.

4.2    Saran
Makalah yang berjudul perpajakan ini merupakan karya tulis berdasarkan himpunan material yang di ambil dari berbagai sumber. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam penulisan dan dalam penyajian bahan penulis sangat mengharpakan kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya kebenaran yang kita kehendaki semua dan demi kesempurnaan penyelesaian makalah pajak ini.

DAFTAR PUSTAKA


http://arya-muhamad.blogspot.com/2010/05/funggsi-mengatur-dalam-pajak.html Miyasto,ketua Tax Centre Universitas Diponegoro-33

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 TAHUN 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

 

No comments:

Post a Comment

MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

  MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN XENOBIOTIK   Disusun oleh : 1.      ONA TAMAELA (18101101051) 2.      PRAYOGI KIYATO (181011010...