BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Model
dapat diartikan sebagai teori, proses berfikiryang dapat digunakan memecahkan
masalah, model kebijakan adalah teori kebijakan, dengan demikian dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kebijakan.
Memehami
suatu kebijakan dan pemehaman itu dilakukan atas dasar maksud dilakukannya
suatu kebijakan, tidak ada satu pun suatu kebijakan jika tidak dimaksudkan
untuk pengaturan baik pegaturan sebagai subtansi administrasi maupun dalam
subtansi normatif. Berbicara tentang pengaturan, hal itu dilakukan dengan
berbagai cara, dapat dengan cara pengaturan diikuti paksaan, dapat dengan
pengaturan yang hanya menguntungkan seseorang atau segelongan orang atau untuk
semua orang, namun jika semua cara diklasifikasikan sehingga akan dapat memberi
warna terhadap semua rumusan kebijakan.
Dalam
beberapa tahun belakangan ini, dimana persoalan-persoalan yang dihadapi
pemerintah sedemikian kompleks akibat krisis multidimensional, maka
bagaimanapun keadaan ini sudah barang tentu membutuhkan perhatian yang besar
dan penenganan pemerintah yang cepat namun juga akurat agar persoalan-persoalan
yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh pemerintah segera dapat
diatasi.
Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul
diperlukan pengambilan kebijakan yang tepat, sehingga kebijakan tersebut tidak
menimbulkan permasalahan baru. Pengambilan suatu kebijakan tentunya memerlukan
analisis yang cukup jeli, dengan menggunakan berbagai model serta pendekatan
yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan.
Untuk bisa mengambil kebijakan yang sesuai denagn
permasalahan yang ada, dipandang sangat perlu bagi pengambilan kebijakan untuk
mengerti serta memahami berbagai model pendekatan dan pendekatan yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu kebijakan.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Model
kebijakan?
2.
Bagaimana Model kebijakan dari berbagai
sisi?
1.3.Tujuan
Untuk mengetahui atau memahami suatu Model kebijakan dari beberapa sisi agar pemahaman itu
dilakukan atas dasar maksud dilakukannya suatu kebijakan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Model dari Sisi Corak Kebijakan
Terhadap
pembagian atas dasar corak kebijakan, Salisbury dan Heinz (Sharkansky, 1951),
membagi model kebijakan ke dalam (empat) corak yaitu:
a)
Kebijakan distributive
b)
Kebijakan re-distributive
c)
Kebijakan regulatory
d)
Kebijakan self-regulatory
Kebijakan Distributive adalah kebijakan yang memberikan
hasil kepada suatu kelompok atau lebih, Pemberian sesuatu melalui suatu
kebijakan yang dilakukan oleh yang berkomponen dibidangnmya dan pemberian
adalah bertujuan. Pengaturan yang dilakukan atas dasar adanya proses permintan
atau permohonan yang terjadi dan atau atas dasar permasalahan yang dipandang
relevan dengan kebutuhan orang yang diberikan.
Kebijakan
re-dirtributive diartikan sebagai kebijakan yang membagi
kembali di mana dilakukan pemberian hasil terhadap satu atau beberapa
kelompok tetapi dengan merugikan
kelompok lain. Hal ini pun mengandung aspek pengaturan, walaupun disatu pihak diberikan keuntungan
sementara pihak lain harus dirugikan.
Kebijakan
regulatory adalah kebijakan yang mengatur. Ini
dimaksudkan sebagai kebijakan yang memberi pembatasan terhadap
tindakan-tindakan atau tingkah laku dari
satu atau lebih kompak dengan demikian meniadakan atau membenarkan alaupun
secara tidak langsung perolehan hasil-hasil tertentu untuk kelompok-kelompok
ini.
Kebijakan self-regulatory adalah kebijakan yang
mengatuir diri sendiri menentukan juga pembatasan terhadap tingkah laku atau
tindakan dari satu atau lebih kelompok,
dengan demikian justru memperbesar
hasil-hasil yang akan diperoleh dan tidak menguranginya.
2.2
Model dari Sisi Bentuk Kebijakan
Model
menurut Duun (1981) adalah refresentasi sedarhana mengenai aspek-aspek yang
terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu.
Dalam pengertian demikian, model kebijakan menurut Limndblom (1959) terbagi
atas:
a)
Kebijakan sinopsis
b)
Kebijakan Inkremental
Sinopsis
artinya terikhtiar atau memberi pandangan ringkas.Kebijakan sinopsis adalah
kebijakan yang memperlihatkan perbandingan yang rasional. Disebut juga sebagai
model rational comprehensive yang artinya lengkap dan masuk akal. Disebut pula
sebagai metode akar, yaitu metode yang sampai ke akar-akarnya.
Menurut
Limdblom (Hoogerwerf, 1983), ciri dan model kebijakan sinopsis, banyak
diungkapkan secara teori tetapi dalam praktik kurang digunakan atau ditemukan.
Simpulan Limdblom dapat disebutkan sebagai berikut;
1.
Penjelasan dari nilai-nilai atau
tujuan-tujuan dibedakan dari dan umumnya merupakan persyaratan bagi analisa
empiris dari alternatif-alternatif kebijakan.
2.
Analisa harus lengkap (komprehensif)
setiap faktor yang penting dan relevan.
3.
Teori dijadikan landasan yang penting.
Model
kebijakan demikian ini memandang segala sesuatu selalu didasarkan pada
pertimbangan rasional. Manusia secara teoritis selalu dipandang sebagai makhluk
yang rasional, namun dalam kenyataanya menusia itu berada dalam segala
keterbatasannya. Sesuatu yang rasional belum tentunya memberikan kepastian atas
kebenaran yang diterima, sehingga suatu kebijakan yang disusun secara rasional
tidak selalu menghasilkan sesuatu yang rasional.
Islamy
(1991) terhadap terhadap model ini menekankan pada perbuatan keputusan yang
rasional dengan bermodalkan pada komprehensivitas informasi dan keahlian
pembuat keputusan. Model ini sama dengan konsep ekonomi, yaitu melihat sesuatu
yang selalu memberikan hasil yang dinotasikan dalam rumus E =O> I. Atau
setidaknya dapat dicapai efisiensi, yaitu perbandingan terbaik antara luaran
dan masukan yang dinotasikan dengan rumus E=O/I terbaik.
Dror
(198) menegaskan bahwa untuk membuat kebijakan yang rasional, pembuat kebijakan
haruslah memenuhi 5 (lima) persyaratan, yaitu ;
1. Mengetahui
semua nilai-nilai utama yang ada pada masyarakat;
2. Mengetahui
semua alternatif-alternatif kebijakan yang tersedia;
3. Mengetahui
semua konsekuensi-kosenkuensi dari setiap alternatif;
4. Menghitung
rasio antara tujuan dan nilai-nilai sosial yang dikorbankan bagi setiap
alternatif kebijakan;
5. Menilih
alternatif kebijakan yang paling efisien.
Namun,
kalau model kebijakan ini diterapkan dalam rangka pengambilan keputusan, Islamy
(1991) menegaskan bahwa ada 6 (enam) hal yang harus berlangsung dalam
tata aliran (sequence) yang berlangsung sehingga didapatkan keputusan yang
benar-benar terbaik dalam arti rational. Keenam aliran tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Pembuatan kebijakan dihadapkan dengan
suatu masalah tertentu yang dapat disolasikan dari masalah-masalah lain yang
dinilai mempunyai arti yang besar dibandingkan dengan masalah-masalah lain.
2.
Berdasarkan atas masalah-masalah yang
sudah ada di tangan pembuat kebijakan tersebut kemudian dipilih dan disusun
tujuan-tujuan dan nilai-nilai sesuai dengan urut-urutan pentingnya.
3.
Kemudian pembuat kebjakan menentukan
atau menyusun daftar semua cara-cara atau pendekatan-pendekatan
(alternatf-alternatif) yang mungkin dapat dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan
atau nilai-nilai tadi. Pandangan ini, biasanya digunakan dalam pemikiran
rasional.
4.
Pembuat kebijakan seterusnya meneliti
dan menilai konsekuensi-kosenkuensi mesing-masing alternatif kebijakan tersebut
diatas.
5.
Selanjutnya hasil penelitian dan
penilaian masing-masing alternatif itu dibandingkan satu sama lain
konsekuensi-konsekuensinya.
6.
Akhirnya, pembuat kebijakan memilih
alternatif yang terbaik, yaitu yang nilai konsekuensinya paling cocok
(rasional) dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan
Kebijakan inkremental menurut Limdblom (1959) adalah yang dominan dalam praktik
tetapi dalam literatur tidak banyak mendapat perhatian. Model ini disebutnya
sebagai metode cabang atau metode perbandingan terbatas yang berurutan.
Inkremental berarti bertambah berangsur-angsur
Islamy (1991) menegaskan bahwa model ini didasarkan pada
“Administratif man”, yaitu model yang menggunakan pendekatan administrasi, yang
berbeda dengan model rasional komprehensif yang . Mendasarkan pada pendekatan
ekonomi.
Kebijakan Inkremental dalam praktiknya dapat dipahami
pada kebijakan penyusunan kebijakan anggaran pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
yang dilakukan atas dasar pertimbangan keterbatasan pengetahuan tentang sumber
penerimaan yang pasti dan besarnya penerimaan sehingga terkesan adanya
keragu-raguan.
Ciri dari model ini menurut Limdblom (1959) adalah
sebagai berikut:
1.
Seleksi dari nilai-nilai dan
tujuan-tujuan di satu pihak dan analisa menurut pengalaman dari
tindakan-tindakan yang perlu, di pihak lain tidak dibedakan satu sama lain;
tetapi berhubungan sangat erat.
2.
Oleh karena sarana dan tujuan tidak
dapat dipisahkan, maka analisa
tujuan-sarana sering tidak sesuai atau sangat terbatas.
3.
Pengajuan kebijakan “yang baik” adalah
bahwa berbagai penganalisa berpendapat sama mengenai suatu kebijakan (walaupun
mereka tidak sependapat mengenai sarana yang paling sesuai untuk suatu tujuan
yang disepakati).
4.
Analisa sangat dibatasi, karena
akibat-akibat penting yang mungkin terjadi, alternatif-alternatif kebijakan
yang penting dan nilai-nilai yang dipengaruhi dapat diabaikan.
5.
Perbandingan yang berturut-turut (dengan
kebijakan yang dijalankan hingga sekarang dan dengan keadaan yang sedang
berlangsung) membatasi atau menghapuskan penopang atas teori.
Ciri
model ini menempatkan model kebijakan inkremental merupakan model yang
mendasarkan pada pemikiran bahwa segala hal yang barkaitan dengan kebijakan
atau para pelaku kebijakan adalah makhluk yang memiliki keterbatasan yang
dikonsepsikan sebagai “administrative man”
2.3.
Model dari Pengambilan Keputusan
Jika kebijakan
diartikan sebagai akumulasi atau kumpulan dari sejumlah keputusan, model
kebijakan dapat pula dipandang sebagai model pengambilan/perumusan keputusan.
Berangkat dari konsepsi itulah, maka model kebijakan yang
dilihat dari aspek perumusan, menurut Dror (198) adalah meliputi 7 (tujuh)
model kebijakan termasuk 2 (dua) di antaranya model yang dikembangkan oleh
Limdblom (1959), yaitu model rational comprehensive
dan model incremental .
Lima model sebagai
berikut:
1.
Economically
raional model
2.
Sequential
decision model
3.
Satisfying
model
4.
Extra
rational model
5.
Optimal
model
Economically rational model adalah
sama dengan model rasional, namun dalam model ini lebih ditekankan pada
pertimbangan ekonomis, seperti kebijkan yang berkaitan dengan penetapan program
planning Budgeting system disingkat PPBS atau kebijakan yang berkaitan dengan
kalayakan biaya atau yang disebut dengan Cost Benefit Analysis atau dalam
kebijakan anggaran dengan sistem Dipa.
Sequential decision
model adalah model perumusan kebijakan yang dilakukan atas berbagai alternatif
yang akan dapat dipilih sehingga diharapkan dapat dirumuskan suatu kebijakan
yang paling efektif.
Satisfying model adalah
model perumusan kebijakan yang didasarkan atas proses pemilihan alternatif yang
paling memuaskan dengan tanpa bersusah payah menilai alternatif-alternatif
lainya.
Extra rational model adalah
model perumusan kebijakan yang sangat rasional yang diharapkan mengsailkan
kebijakan yang paling optimal. Namun
sangat rasionalnya maka melebihi jangkauan rasional yang di dasarkan pada
pertimbangan logika tetapi telah memasuki jangkauan naluri.
Optimal model
adalah model perumusan kebijakan yang diasarkan pada gabungan beberapa model
yang memfokuskan pada identifikasi nilai, kegunaan praktis dan masalah-masalah
kebijakan seperti kebijakan mixel scanning di mana subtansi model rasional
komprehensif digabung dengan model inkremental.
2.
4. Model dari Sisi Perubahan Isi
Kebijakan
Kalau
model kebijakan dilihat dari perubahan-perubahan atau isi yang dikehendaki maka
model kebijakan dapat terjadi dalam model perubahan secara menyeluru dalam
waktu yang cepat dan model perubahan secara gradual dan perlahan. Dalam waktu
yang cepat disebut kebijakan dengan model radikal, sedangkan secara gradual
disebut kebijkan model reformastis.
Model radikal, yaitu model perubahan secara menyeluru
atas seluruh sistem yang berlaku dan semua aspek yang menjadi jangkauan isi
kebijakan. Contoh: Keinginan sebagian masyarakat untuk merubah konstitusu UUD
1945.
Model reformis,
yaitu model perubahan yang belangsung secara perlahan dan dalam beberapa aspek
tetapi bertahap, perubahan mana menyangkut perubahan fungsi, perubahan posisi
sebagaimana kebijakan pemerintahan reformasi, kebijakan pemerintahan persatuan
nasional.
2.5.
Model dari Isi Tipe Kebijakan
Untuk
lebih memperkaya informasi atas model-model kebijkan, Dunn melakukan pembagian
atas type kebijakan berdasarkan pertimbangan tujuan dan atas dasar bentuk
ekspresinya.
Tipe yang pertama,
dibagi atas;
1.
Model deskriptif
2.
Model normatif
Tipe yang kedua Dunn
membaginya ke dalam 3 (tiga model, yaitu:
1.
Verbal
2.
Simbolis
3.
Prosedural
Model
deskriptif adalah model yang menjelaskan dan atau memperediksikan sebab-sebab
dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijkan
Model
normatif adalah model yang didasarkan tidak saja sekedar penyajian apa adanya
tetapi juga memberikan pertanyaan-pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan.
Model
verbal adalah model kebijakan yang isinya diekspresikan dalam bahasa yang sederhana,
mudah dipahami, serta praktis dalam penggunaan sehari-hari
Model
simbolis adalah model kebijakan yang isinya disampaikan dalam bahasa logika
simbolik dan matematik. Model digunakan dalam bahasa ekonomi seperti kebijakan
penentuan harga di mana isin kebijakan sering menggunakan simbol huruf seperti
Demand (D), Suplay (S), yang disampaikan dalam rumusan metematik, seperti P
(Harga)=e (Equilibrum atau keseimbangan D//S.
Model
prosedural adalah kebijakan yang mendasarkan pada asumsi adanya hubungan yang
dinamis dari variabel-variabel yang diyakini. Dinamika hubungan variabel
menjadi ciri dari masalah kebijakan.
Tipologi lainya adalah
tipe yang dikemukanan oleh Henry yang mengelompokan model kebijkan ke dalam 2
(dua) klasifikasi, yaitu:
1.
Model kebijakan yang dianalisa dari
sudut proses
2.
Model kebijakan yang dianalisa dari
sudut hasil
Tipe
pertama yaitu tipe yang menggambarkan bagaimana suatu kebijkan itu dirumuskan,
bagaimana proses perumusan kebijakan yang berlangsung. Henry (1980) menyebutnya
bahwa model-model yang tergolong pada tipe ini adalah: model institusional,
model elit-massa,
Kelompok
Elit tergantung pada corak pemerintahan. Corak demokratis, kelompok elit adalah
kelompok penguasa yang tumbuh secara demokratis, dapat saja mereka kaum politisi,
intelektual, penguasa yang semuanya adalah tergantung pada konsensus yang
terjadi pada terbentuknya kelompok elit dapat saja dari para administrator. Hal
ini terjadi , ketika para administrator dipandang sebagai kelompok-kelompok
kecil yang mapan.
Model kelompok adalah kebijkan yang mendasarkan isi pada
kepentingan-kepentingan kelompok sehingga dalam pembuatan atau pelaksanaan
kebijakan akan terjadi pengaruh kepentingan yang berbeda-beda yang memungkinkan
terjadinya konflik kepentingan. Namun dalam rangka perumusan, akan terjadi pengaruh
dari konflik-konflik yang terjadi mrmungkinkan terjadinya bargaining
(tawar-menawar), negosiasi (kesepakatan) dan bisa mungkin kompromistik
(kesetujuan).
Model sistem politik adalah kebijakan yang didasarkan
pada pendekatan sistem dalam artian dinamis, dimana suatu kebijakan dibentuk
harus diawali oleh adanya masukan (input) untuk kemudian
berproses/bertranformasi menjadi luaran (output). Keluaran harus dipandang
sebagai suatu proses politik yang berlangsung dalam suatu sistem politik. Bahwa
apa yang menjadi masukan biasanya berupa keinginan, tuntutan ataupun dukungan
disertai dengan kesiapan sumber daya. Sedangkan proses adalah keadaan dimana
berlangsungnya perubahan-perubahan dari apa yang diharapkan yang berlangsung dalam
suatu sistem politik atau suatu sistem
dimana tiga sub sistem saling berinterdependensi atau berinterkoneksitas.
Ketiga sub sistem itu adalah suprastruktur (kelembagaan politik), infrastruktur
(para elit politik) dan sub struktur (masyarakat).
Sedangkan tipe yang kedua adalah tipe dalam bentuk
rational-com-prehensive, incremental dan mixed-scanning. Ketiga model ini telah
dijelaskan sebelumnya. Yang perlu diketahui bahwa ketiga model digunakan dalam
rangka perumusan, pembuatan, dan penetapan dan sekaligus sebagian dapat
digunakan dalam rangka penganalisaan.
Sedangkan untuk
keperluan implementasi dan sekaligus dapat dugunakan khusus dalam rangka
evaluasi implementasi, digunakan 4 (empat)
model implementasi dan evaluasi yang dikembangkan oleh pakar kebijakan, yaitu
model:
v Model
Mazmanian dan Sabatiar
Model
Mazmanian dan Sabatiar adalah model yang dikembangkan Hogwood dan Sabatier
(Wibawa 1995), model yang disusun atas dasar proses implementasi kebijaksanaan.
Sebagai suatu proses, ditegaskan bahwa dalam tahapan implementasi kebijakan
terdapat tiga variabel bebas yang dapat berpengaruh, yaitu :
1. Mudah/tidaknya
masalah dikendalikan;
2. Kemampuan
kebjiaksanaan untuk mengstrukturkan proses implementasi;
3. Variabel
diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi.
Adapun yang menjadi
indikator dan variabel mudah/tidaknya masalah kebjiakan adalah terdiri dari;
1.
Kesukaran-kesurakaran tehnis keagamaan
perilaku kelompok sasaran.
2.
Prosentase kelompok sasaran dibandingkan
jumlah penduduk.
3.
Ruang lingkup perubahan perilaku yang
diinginkan.
Sedangkan pada variabel
kemampuan kebijkan, indikatornya dapat disebutkan sebagai berikut:
1.
Kejelasan dan kosistensi tujuan.
2.
Digunakannya teori kausal yang memadai.
3.
Ketetapan alokasi sumber dana.
4.
Keterpaduan hierarki dalam dan di anatara
lembaga pelaksana.
5.
Aturan-aturan keputusan dari badan
pelaksana.
6.
Rekruitmen Pejabat Pelaksana.
7.
Akses Formal pihak luar.
v Model
Hogwood dan Gunn, model yang dikembangkan oleh Hogwood dan Gun (Wahab, 1995)
yang menjelaskan bahwa dalam mengimplementasikan kebijaksanaan negara secara
sempurna diperlukan beberapa syarat sebagai:
1. Hal
yang akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius;
2. Untuk
pelaksana program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai;
3. Perpaduan
sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia;
4. Kebijaksanaan
yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal;
5. Hubungan
kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya;
6. Hubungan
saling ketergantungan harus kecil;
7. Pemahaman
yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan;
8. Tugas-tugas
diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat;
9. Komunikasi
dan koordinasi yang sempurna;
10. Pihak-pihak
yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang
sempurna.
v Model
Grindle adalah model yang dikembangkan oleh Grindle (Wibawa dkk 1995) yang
menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh isi dan konteks
implementasinya. Kedua hal tersebut harus didukung oleh program aksi dan proyek
individu yang didesain dan dibiayai berdasarkan tujuan kebijakan, sehingga
dalam pelaksanaan kegiatan akan memberikan hasil berupa dampak pada masyarakat,
individu dan, kelompok serta perubahan dan penerimaan oleh masyarakat terhadap
kebijakan yang dilaksanakan.
v Model
Meter dan Horn adalah model yang dikembangkan oleh Meter dan Horn (Wibawa
1995), yang mengemukanan perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi
dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Dikemukakan bahwa
jalan yang menghubungkan antara kebijaksanaan dan prestasi kerja dipisahkan
oleh sejumlah variabel-variabel bebas yang saling berkaitan.
Model
kebijakan diartikan sebagai teori atau pendekatan terhadap kebijakan, dan oleh
karena itu ia dapat digunakan dapat memecahkan permasalahan yang diatasi oleh
kebijkan. Kebijakan pada dasarnya dugunakan untuk melakukan pengaturan dan bisa
mungkin pemaksaan, atau model atau abstraksi dari suatu kenyataan.
Model kebjiakan dari sisi coraknya membagi kebijakan atas
kebijkan distributive dan legulatory serta yang self distributive dan sel
regulatory. Dari sisi bentuk, model kebijkan dibagi atas model sinopsi dan
incremental.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Model
Kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari
suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujan-tujuan tertentu. Model adalah
wakil idea dari situasi-situasi dunia nyata. Model adalah menyederhanakan dari
realitas yang diwaakili. Model dapat dibedakan atas model fisik dan model
abstrak.
Model
membantu kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem tersebut beroperasi,
membantu kita dalam menjelaskan permasalahan dan melilah-milah elemen-elemen
tertentu yang relevan dengan permasalahan, membantu kita memperjelas hubungan
anatara elemen-elemen tersebut.
Selain fungsi yang dimiliki model, model kebijakan
juga memiliki jenis yaitu model pliralis, elitis, sistem, rasional,
inskrementalis, dan institusional.