Monday 12 November 2018

MAKALA KEBIJAKAN PEMERINTAHAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Model dapat diartikan sebagai teori, proses berfikiryang dapat digunakan memecahkan masalah, model kebijakan adalah teori kebijakan, dengan demikian dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kebijakan.

Memehami suatu kebijakan dan pemehaman itu dilakukan atas dasar maksud dilakukannya suatu kebijakan, tidak ada satu pun suatu kebijakan jika tidak dimaksudkan untuk pengaturan baik pegaturan sebagai subtansi administrasi maupun dalam subtansi normatif. Berbicara tentang pengaturan, hal itu dilakukan dengan berbagai cara, dapat dengan cara pengaturan diikuti paksaan, dapat dengan pengaturan yang hanya menguntungkan seseorang atau segelongan orang atau untuk semua orang, namun jika semua cara diklasifikasikan sehingga akan dapat memberi warna terhadap semua rumusan kebijakan. 

Dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah sedemikian kompleks akibat krisis multidimensional, maka bagaimanapun keadaan ini sudah barang tentu membutuhkan perhatian yang besar dan penenganan pemerintah yang cepat namun juga akurat agar persoalan-persoalan yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh pemerintah segera dapat diatasi. 

            Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul diperlukan pengambilan kebijakan yang tepat, sehingga kebijakan tersebut tidak menimbulkan permasalahan baru. Pengambilan suatu kebijakan tentunya memerlukan analisis yang cukup jeli, dengan menggunakan berbagai model serta pendekatan yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan.

            Untuk bisa mengambil kebijakan yang sesuai denagn permasalahan yang ada, dipandang sangat perlu bagi pengambilan kebijakan untuk mengerti serta memahami berbagai model pendekatan dan pendekatan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan suatu kebijakan.

1.2. Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Model kebijakan?
2.      Bagaimana Model kebijakan dari berbagai sisi?

1.3.Tujuan

Untuk mengetahui atau memahami suatu Model  kebijakan dari beberapa sisi agar pemahaman itu dilakukan atas dasar maksud dilakukannya suatu kebijakan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Model dari Sisi Corak Kebijakan

Terhadap pembagian atas dasar corak kebijakan, Salisbury dan Heinz (Sharkansky, 1951), membagi model kebijakan ke dalam (empat) corak yaitu:

a)      Kebijakan distributive
b)      Kebijakan re-distributive
c)      Kebijakan regulatory
d)     Kebijakan self-regulatory

Kebijakan Distributive adalah kebijakan yang memberikan hasil kepada suatu kelompok atau lebih, Pemberian sesuatu melalui suatu kebijakan yang dilakukan oleh yang berkomponen dibidangnmya dan pemberian adalah bertujuan. Pengaturan yang dilakukan atas dasar adanya proses permintan atau permohonan yang terjadi dan atau atas dasar permasalahan yang dipandang relevan dengan kebutuhan orang yang diberikan.

Kebijakan re-dirtributive diartikan sebagai kebijakan yang membagi kembali di mana dilakukan pemberian hasil terhadap satu atau beberapa kelompok  tetapi dengan merugikan kelompok lain. Hal ini pun mengandung aspek pengaturan,  walaupun disatu pihak diberikan keuntungan sementara pihak lain harus dirugikan.

Kebijakan regulatory  adalah kebijakan yang mengatur. Ini dimaksudkan sebagai kebijakan yang memberi pembatasan terhadap tindakan-tindakan  atau tingkah laku dari satu atau lebih kompak dengan demikian meniadakan atau membenarkan alaupun secara tidak langsung perolehan hasil-hasil tertentu untuk kelompok-kelompok ini.

Kebijakan self-regulatory adalah kebijakan yang mengatuir diri sendiri menentukan juga pembatasan terhadap tingkah laku atau tindakan  dari satu atau lebih kelompok, dengan demikian justru memperbesar  hasil-hasil yang akan diperoleh dan tidak menguranginya.

2.2 Model dari Sisi Bentuk Kebijakan

Model menurut Duun (1981) adalah refresentasi sedarhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam pengertian demikian, model kebijakan menurut Limndblom (1959) terbagi atas:

a)      Kebijakan sinopsis
b)      Kebijakan Inkremental

Sinopsis artinya terikhtiar atau memberi pandangan ringkas.Kebijakan sinopsis adalah kebijakan yang memperlihatkan perbandingan yang rasional. Disebut juga sebagai model rational comprehensive yang artinya lengkap dan masuk akal. Disebut pula sebagai metode akar, yaitu metode yang sampai ke akar-akarnya.

Menurut Limdblom (Hoogerwerf, 1983), ciri dan model kebijakan sinopsis, banyak diungkapkan secara teori tetapi dalam praktik kurang digunakan atau ditemukan. Simpulan Limdblom dapat disebutkan sebagai berikut;

1.      Penjelasan dari nilai-nilai atau tujuan-tujuan dibedakan dari dan umumnya merupakan persyaratan bagi analisa empiris dari alternatif-alternatif kebijakan.

2.      Analisa harus lengkap (komprehensif) setiap faktor yang penting dan relevan.
3.      Teori dijadikan landasan yang penting.

Model kebijakan demikian ini memandang segala sesuatu selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Manusia secara teoritis selalu dipandang sebagai makhluk yang rasional, namun dalam kenyataanya menusia itu berada dalam segala keterbatasannya. Sesuatu yang rasional belum tentunya memberikan kepastian atas kebenaran yang diterima, sehingga suatu kebijakan yang disusun secara rasional tidak selalu menghasilkan sesuatu yang rasional. 

Islamy (1991) terhadap terhadap model ini menekankan pada perbuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan pada komprehensivitas informasi dan keahlian pembuat keputusan. Model ini sama dengan konsep ekonomi, yaitu melihat sesuatu yang selalu memberikan hasil yang dinotasikan dalam rumus E =O> I. Atau setidaknya dapat dicapai efisiensi, yaitu perbandingan terbaik antara luaran dan masukan yang dinotasikan dengan rumus E=O/I terbaik.

Dror (198) menegaskan bahwa untuk membuat kebijakan yang rasional, pembuat kebijakan haruslah memenuhi 5 (lima) persyaratan, yaitu ;

1.      Mengetahui semua nilai-nilai utama yang ada pada masyarakat;
2.      Mengetahui semua alternatif-alternatif kebijakan yang tersedia;
3.      Mengetahui semua konsekuensi-kosenkuensi dari setiap alternatif;
4.      Menghitung rasio antara tujuan dan nilai-nilai sosial yang dikorbankan bagi setiap alternatif kebijakan;
5.      Menilih alternatif kebijakan yang paling efisien.

Namun, kalau model kebijakan ini diterapkan dalam rangka pengambilan keputusan, Islamy (1991) menegaskan bahwa ada 6 (enam) hal yang harus berlangsung dalam tata aliran (sequence) yang berlangsung sehingga didapatkan keputusan yang benar-benar terbaik dalam arti rational. Keenam aliran tersebut adalah sebagai berikut:

1.       Pembuatan kebijakan dihadapkan dengan suatu masalah tertentu yang dapat disolasikan dari masalah-masalah lain yang dinilai mempunyai arti yang besar dibandingkan dengan masalah-masalah lain.

2.       Berdasarkan atas masalah-masalah yang sudah ada di tangan pembuat kebijakan tersebut kemudian dipilih dan disusun tujuan-tujuan dan nilai-nilai sesuai dengan urut-urutan pentingnya.

3.       Kemudian pembuat kebjakan menentukan atau menyusun daftar semua cara-cara atau pendekatan-pendekatan (alternatf-alternatif) yang mungkin dapat dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan atau nilai-nilai tadi. Pandangan ini, biasanya digunakan dalam pemikiran rasional.

4.       Pembuat kebijakan seterusnya meneliti dan menilai konsekuensi-kosenkuensi mesing-masing alternatif kebijakan tersebut diatas.
5.       Selanjutnya hasil penelitian dan penilaian masing-masing alternatif itu dibandingkan satu sama lain konsekuensi-konsekuensinya.
6.       Akhirnya, pembuat kebijakan memilih alternatif yang terbaik, yaitu yang nilai konsekuensinya paling cocok (rasional) dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Kebijakan inkremental menurut Limdblom (1959) adalah yang dominan dalam praktik tetapi dalam literatur tidak banyak mendapat perhatian. Model ini disebutnya sebagai metode cabang atau metode perbandingan terbatas yang berurutan. Inkremental berarti bertambah berangsur-angsur
            Islamy (1991) menegaskan bahwa model ini didasarkan pada “Administratif man”, yaitu model yang menggunakan pendekatan administrasi, yang berbeda dengan model rasional komprehensif yang . Mendasarkan pada pendekatan ekonomi.

            Kebijakan Inkremental dalam praktiknya dapat dipahami pada kebijakan penyusunan kebijakan anggaran pendapatan dan Belanja Negara/Daerah yang dilakukan atas dasar pertimbangan keterbatasan pengetahuan tentang sumber penerimaan yang pasti dan besarnya penerimaan sehingga terkesan adanya keragu-raguan.

            Ciri dari model ini menurut Limdblom (1959) adalah sebagai berikut:
1.      Seleksi dari nilai-nilai dan tujuan-tujuan di satu pihak dan analisa menurut pengalaman dari tindakan-tindakan yang perlu, di pihak lain tidak dibedakan satu sama lain; tetapi berhubungan sangat erat.
2.      Oleh karena sarana dan tujuan tidak dapat dipisahkan,  maka analisa tujuan-sarana sering tidak sesuai atau sangat terbatas.
3.      Pengajuan kebijakan “yang baik” adalah bahwa berbagai penganalisa berpendapat sama mengenai suatu kebijakan (walaupun mereka tidak sependapat mengenai sarana yang paling sesuai untuk suatu tujuan yang disepakati).
4.      Analisa sangat dibatasi, karena akibat-akibat penting yang mungkin terjadi, alternatif-alternatif kebijakan yang penting dan nilai-nilai yang dipengaruhi dapat diabaikan.
5.      Perbandingan yang berturut-turut (dengan kebijakan yang dijalankan hingga sekarang dan dengan keadaan yang sedang berlangsung) membatasi atau menghapuskan penopang atas teori.

Ciri model ini menempatkan model kebijakan inkremental merupakan model yang mendasarkan pada pemikiran bahwa segala hal yang barkaitan dengan kebijakan atau para pelaku kebijakan adalah makhluk yang memiliki keterbatasan yang dikonsepsikan sebagai “administrative man”

2.3. Model dari Pengambilan Keputusan

Jika kebijakan diartikan sebagai akumulasi atau kumpulan dari sejumlah keputusan, model kebijakan dapat pula dipandang sebagai model pengambilan/perumusan keputusan.

            Berangkat dari konsepsi itulah, maka model kebijakan yang dilihat dari aspek perumusan, menurut Dror (198) adalah meliputi 7 (tujuh) model kebijakan termasuk 2 (dua) di antaranya model yang dikembangkan oleh Limdblom (1959), yaitu model rational comprehensive dan model incremental .
Lima model sebagai berikut:
1.      Economically raional model
2.      Sequential decision model
3.      Satisfying model
4.      Extra rational model
5.      Optimal model

Economically rational model adalah sama dengan model rasional, namun dalam model ini lebih ditekankan pada pertimbangan ekonomis, seperti kebijkan yang berkaitan dengan penetapan program planning Budgeting system disingkat PPBS atau kebijakan yang berkaitan dengan kalayakan biaya atau yang disebut dengan Cost Benefit Analysis atau dalam kebijakan anggaran dengan sistem Dipa.
Sequential decision model adalah model perumusan kebijakan yang dilakukan atas berbagai alternatif yang akan dapat dipilih sehingga diharapkan dapat dirumuskan suatu kebijakan yang paling efektif.
Satisfying model adalah model perumusan kebijakan yang didasarkan atas proses pemilihan alternatif yang paling memuaskan dengan tanpa bersusah payah menilai alternatif-alternatif lainya.
Extra rational model adalah model perumusan kebijakan yang sangat rasional yang diharapkan mengsailkan kebijakan yang paling optimal.  Namun sangat rasionalnya maka melebihi jangkauan rasional yang di dasarkan pada pertimbangan logika tetapi telah memasuki jangkauan naluri.
Optimal model adalah model perumusan kebijakan yang diasarkan pada gabungan beberapa model yang memfokuskan pada identifikasi nilai, kegunaan praktis dan masalah-masalah kebijakan seperti kebijakan mixel scanning di mana subtansi model rasional komprehensif digabung dengan model inkremental.

2. 4. Model  dari Sisi Perubahan Isi Kebijakan 

Kalau model kebijakan dilihat dari perubahan-perubahan atau isi yang dikehendaki maka model kebijakan dapat terjadi dalam model perubahan secara menyeluru dalam waktu yang cepat dan model perubahan secara gradual dan perlahan. Dalam waktu yang cepat disebut kebijakan dengan model radikal, sedangkan secara gradual disebut kebijkan model reformastis.

            Model radikal, yaitu model perubahan secara menyeluru atas seluruh sistem yang berlaku dan semua aspek yang menjadi jangkauan isi kebijakan. Contoh: Keinginan sebagian masyarakat untuk merubah konstitusu UUD 1945. 

            Model reformis, yaitu model perubahan yang belangsung secara perlahan dan dalam beberapa aspek tetapi bertahap, perubahan mana menyangkut perubahan fungsi, perubahan posisi sebagaimana kebijakan pemerintahan reformasi, kebijakan pemerintahan persatuan nasional.

2.5. Model dari Isi Tipe Kebijakan
Untuk lebih memperkaya informasi atas model-model kebijkan, Dunn melakukan pembagian atas type kebijakan berdasarkan pertimbangan tujuan dan atas dasar bentuk ekspresinya.
Tipe yang pertama, dibagi atas;
1.      Model deskriptif
2.      Model normatif
Tipe yang kedua Dunn membaginya ke dalam 3 (tiga model, yaitu:
1.      Verbal
2.      Simbolis
3.      Prosedural

Model deskriptif adalah model yang menjelaskan dan atau memperediksikan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari pilihan-pilihan kebijkan
Model normatif adalah model yang didasarkan tidak saja sekedar penyajian apa adanya tetapi juga memberikan pertanyaan-pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan.
Model verbal adalah model kebijakan yang isinya diekspresikan dalam bahasa yang sederhana, mudah dipahami, serta praktis dalam penggunaan sehari-hari
Model simbolis adalah model kebijakan yang isinya disampaikan dalam bahasa logika simbolik dan matematik. Model digunakan dalam bahasa ekonomi seperti kebijakan penentuan harga di mana isin kebijakan sering menggunakan simbol huruf seperti Demand (D), Suplay (S), yang disampaikan dalam rumusan metematik, seperti P (Harga)=e (Equilibrum atau keseimbangan D//S.
Model prosedural adalah kebijakan yang mendasarkan pada asumsi adanya hubungan yang dinamis dari variabel-variabel yang diyakini. Dinamika hubungan variabel menjadi ciri dari masalah kebijakan.

Tipologi lainya adalah tipe yang dikemukanan oleh Henry yang mengelompokan model kebijkan ke dalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu:
1.      Model kebijakan yang dianalisa dari sudut proses
2.      Model kebijakan yang dianalisa dari sudut hasil

Tipe pertama yaitu tipe yang menggambarkan bagaimana suatu kebijkan itu dirumuskan, bagaimana proses perumusan kebijakan yang berlangsung. Henry (1980) menyebutnya bahwa model-model yang tergolong pada tipe ini adalah: model institusional, model elit-massa,

Kelompok Elit tergantung pada corak pemerintahan. Corak demokratis, kelompok elit adalah kelompok penguasa yang tumbuh secara demokratis, dapat saja mereka kaum politisi, intelektual, penguasa yang semuanya adalah tergantung pada konsensus yang terjadi pada terbentuknya kelompok elit dapat saja dari para administrator. Hal ini terjadi , ketika para administrator dipandang sebagai kelompok-kelompok kecil yang mapan.

            Model kelompok adalah kebijkan yang mendasarkan isi pada kepentingan-kepentingan kelompok sehingga dalam pembuatan atau pelaksanaan kebijakan akan terjadi pengaruh kepentingan yang berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya konflik kepentingan. Namun dalam rangka perumusan, akan terjadi pengaruh dari konflik-konflik yang terjadi mrmungkinkan terjadinya bargaining (tawar-menawar), negosiasi (kesepakatan) dan bisa mungkin kompromistik (kesetujuan).

            Model sistem politik adalah kebijakan yang didasarkan pada pendekatan sistem dalam artian dinamis, dimana suatu kebijakan dibentuk harus diawali oleh adanya masukan (input) untuk kemudian berproses/bertranformasi menjadi luaran (output). Keluaran harus dipandang sebagai suatu proses politik yang berlangsung dalam suatu sistem politik. Bahwa apa yang menjadi masukan biasanya berupa keinginan, tuntutan ataupun dukungan disertai dengan kesiapan sumber daya. Sedangkan proses adalah keadaan dimana berlangsungnya perubahan-perubahan dari apa yang diharapkan yang berlangsung dalam suatu  sistem politik atau suatu sistem dimana tiga sub sistem saling berinterdependensi atau berinterkoneksitas. Ketiga sub sistem itu adalah suprastruktur (kelembagaan politik), infrastruktur (para elit politik) dan sub struktur (masyarakat).

            Sedangkan tipe yang kedua adalah tipe dalam bentuk rational-com-prehensive, incremental dan mixed-scanning. Ketiga model ini telah dijelaskan sebelumnya. Yang perlu diketahui bahwa ketiga model digunakan dalam rangka perumusan, pembuatan, dan penetapan dan sekaligus sebagian dapat digunakan dalam rangka penganalisaan.

Sedangkan untuk keperluan implementasi dan sekaligus dapat dugunakan khusus dalam rangka evaluasi implementasi, digunakan 4 (empat) model implementasi dan evaluasi yang dikembangkan oleh pakar kebijakan, yaitu model:
v  Model Mazmanian dan Sabatiar

Model Mazmanian dan Sabatiar adalah model yang dikembangkan Hogwood dan Sabatier (Wibawa 1995), model yang disusun atas dasar proses implementasi kebijaksanaan. Sebagai suatu proses, ditegaskan bahwa dalam tahapan implementasi kebijakan terdapat tiga variabel bebas yang dapat berpengaruh, yaitu :
1.      Mudah/tidaknya masalah dikendalikan;
2.      Kemampuan kebjiaksanaan untuk mengstrukturkan proses implementasi;
3.      Variabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi.
Adapun yang menjadi indikator dan variabel mudah/tidaknya masalah kebjiakan adalah terdiri dari;
1.      Kesukaran-kesurakaran tehnis keagamaan perilaku kelompok sasaran.
2.      Prosentase kelompok sasaran dibandingkan jumlah penduduk.
3.      Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan.
Sedangkan pada variabel kemampuan kebijkan, indikatornya dapat disebutkan sebagai berikut:
1.      Kejelasan dan kosistensi tujuan.
2.      Digunakannya teori kausal yang memadai.
3.      Ketetapan alokasi sumber dana.
4.      Keterpaduan hierarki dalam dan di anatara lembaga pelaksana.
5.      Aturan-aturan keputusan dari badan pelaksana.
6.      Rekruitmen Pejabat Pelaksana.
7.      Akses Formal pihak luar.

v  Model Hogwood dan Gunn, model yang dikembangkan oleh Hogwood dan Gun (Wahab, 1995) yang menjelaskan bahwa dalam mengimplementasikan kebijaksanaan negara secara sempurna diperlukan beberapa syarat sebagai:
1.      Hal yang akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius;
2.      Untuk pelaksana program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai;
3.      Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia;
4.      Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal;
5.      Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya;
6.      Hubungan saling ketergantungan harus kecil;
7.      Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan;
8.      Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat;
9.      Komunikasi dan koordinasi yang sempurna;
10.  Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

v  Model Grindle adalah model yang dikembangkan oleh Grindle (Wibawa dkk 1995) yang menjelaskan bahwa implementasi kebijakan ditentukan oleh isi dan konteks implementasinya. Kedua hal tersebut harus didukung oleh program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai berdasarkan tujuan kebijakan, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan akan memberikan hasil berupa dampak pada masyarakat, individu dan, kelompok serta perubahan dan penerimaan oleh masyarakat terhadap kebijakan yang dilaksanakan.

v  Model Meter dan Horn adalah model yang dikembangkan oleh Meter dan Horn (Wibawa 1995), yang mengemukanan perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan. Dikemukakan bahwa jalan yang menghubungkan antara kebijaksanaan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variabel-variabel bebas yang saling berkaitan.

Model kebijakan diartikan sebagai teori atau pendekatan terhadap kebijakan, dan oleh karena itu ia dapat digunakan dapat memecahkan permasalahan yang diatasi oleh kebijkan. Kebijakan pada dasarnya dugunakan untuk melakukan pengaturan dan bisa mungkin pemaksaan, atau model atau abstraksi dari suatu kenyataan.
            Model kebjiakan dari sisi coraknya membagi kebijakan atas kebijkan distributive dan legulatory serta yang self distributive dan sel regulatory. Dari sisi bentuk, model kebijkan dibagi atas model sinopsi dan incremental.







BAB III
PENUTUP

3.1.   Kesimpulan

Model Kebijakan adalah representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujan-tujuan tertentu. Model adalah wakil idea dari situasi-situasi dunia nyata. Model adalah menyederhanakan dari realitas yang diwaakili. Model dapat dibedakan atas model fisik dan model abstrak.

Model membantu kita menjelaskan sistem apa, dan bagaimana sistem tersebut beroperasi, membantu kita dalam menjelaskan permasalahan dan melilah-milah elemen-elemen tertentu yang relevan dengan permasalahan, membantu kita memperjelas hubungan anatara elemen-elemen tersebut.

Selain  fungsi yang dimiliki model, model kebijakan juga memiliki jenis yaitu model pliralis, elitis, sistem, rasional, inskrementalis, dan institusional.


MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

  MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN XENOBIOTIK   Disusun oleh : 1.      ONA TAMAELA (18101101051) 2.      PRAYOGI KIYATO (181011010...