ENZIM PENCERNA
KARBOHIDRAT
I.
Hari/ Tanggal Percobaan : Senin, 02 Mei 2017
II.
Tujuan Percobaan
1.
Menghidrolisis pati
dengan amilase air liur.
2.
Mempelajari pengaruh pH
pada aktivitas amilase air liur.
III.
Tinjauan
Pustaka
Pencernaan karbohidrat sudah
dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut; makanan dikunyah agar dipecah
menjadi bagian-bagian kecil, sehingga jumlah permukaan makanan lebih luas
kontak dengan enzim-enzim pencemaan(Lehninger, 1982).
Di dalam mulut makanan bercampur
dengan air ludah yang mengandung Enzim Amilase (ptyalin). Enzim Amilase bekerja memecah molekul yang besar
(seperti pati
dan protein)
menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh usus. Molekul pati,
sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh usus, namun enzim akan
menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti maltosa,
yang akan dihidrolisis lebih jauh menjadi glukosa,
sehingga dapat diserap(Stryer, 2000).
Enzim sangatlah spesifik, baik
terhadap reaksi yang dikatalisnya maupun terhadap reaktan yang diolahnya, yang
disebut substrat. Suatu enzim biasanya mengkatalis satu reaksi kimia saja, atau
seperngkat reaksi yang sejenis. Dalam reaksi enzimatis, jarang sekali terjadi
reaksi sampingan yang menyebabkan terbantuknya hasil sampingan tidak berguna.
Ini berbeda reaksi non enzimatik. Tingkat spesifikasi terhadap substrat
biasanya tinggi dan kerap kali mutlak(Stryer, 2000).
Dalam mulut makanan dihancurkan
secara mekanis oleh gigi dengan jalan dikunyah. Makanan yang dimakan dalam
bentuk besar diubah menjadi ukuran yang lebih kecil. Makin lama mengunyah makin
baik sebab penghancuran lebih efektif. Apabila makanan menjadi kecil ukurannya
maka luas permukaan akan bertambah. Selama penghancuran secara mekanis ini
berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang
disebut saliva atau ludah. Enzim
ptyalin dalam saliva merupakan suatu
enzim amilase yang berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltosa
dengan proses hidrolisis. Enzim ptyalin bekerja secara optimal pada pH 6,8. Di
samping karena musin adalah suatu zat yang kental dan licin, maka saliva mempunyai fungsi membasahi
makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlancar proses menelan
makanan. Enzim ptyalin mulai tidak aktif pada pH 4,0, karena setelah makanan
ditelan dan masuk ke dalam lambung, proses hidrolisis oleh enzim ptyalin tidak
berjalan lebih lama lagi. Dalam lambung cairan ini hanya dapat bertahan selama
15-30 menit, karena cairan dalam lambung bersifat sangat asam yaitu mempunyai
pH antara 1,6-2,6. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva
adalah pikiran tentang makanan yang disenangi, adanya bau makanan yang sedap
atau melihat makanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera(Pudjihastuti, 2010).
Kerja α-Amilase pada
amilosa berlangsung dalam dua langkah: pertama, degradasi sempurna dan cepat
menjadi maltosa dan maltotriosa. Tahap amilolisis ini adalah hasil serangan
enzim secara acak. Ciri penguraiannya adalah penurunan kekentalan dan kemampuan
mengikat iodium dengan sangat cepat. Langkah kedua jauh lebih lambat dari yang
pertama dan meliputi hidrolisis oligosakarida dengan pembentukan glukosa dan
maltosa(Martoharsono, 2006).
Enzim amylase memotong ikatan α
-1,4 amilosa dan amilopektin dengan cepat pada larutan pati kental yang telah
mengalami gelatinisasi. Proses ini juga dikenal dengan nama proses likuifikasi
pati. Produk akhir yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah dekstrin beserta
sejumlah kecil glukosa dan maltose. α-amilase akan menghidrolisis ikatan α-1,4
glikosida pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah
atau bagian dalam molekul(Mayes at
al., 1990)
Salah satu jamur yang mempunyai
enzim amilase adalah Rhizopus. Dalam
keadaan aerob, Rhizopus banyak menghasilkan enzim amilase ekstraselular. Enzim tersebut dihasilkan
untuk memecah senyawa kompleks menjadi
senyawa yang lebih sederhana, sehingga
dapat diserap oleh
sel dan dapat digunakan untuk
pertumbuhan. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzim, yaitu
substrat, nilai pH,
dan suhu. Adanya substrat
tertentu di dalam
medium produksi dapat memicu
mikroorganisme untuk mengeluarkan metabolit
selnya. Proses pemecahan pati
menjadi gula reduksi disebut sebagai proses sakarifikasi. Gula reduksi dapat dimanfaatkan
untuk berbagai hal, misalnya produksi etanol dan asam laktat(Dewi dan Purwoko,
2005).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan
ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian,
umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang
rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara
alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan
karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Pati
tersusun paling sedikit oleh tiga
komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein
dan lemak Umumnya pati mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan
5–10% material antara.
Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung
sifat -sifat botani sumber pati tersebut. Sumber pati utama di Indonesia adalah
beras. Disamping itu dijumpai beberapa
sumber pati lainnya yaitu; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain. Dalam
keadaan murni granula
pati berwarna putih, mengkilat,
tidak berbau dan
tidak berasa, dimana
secara mikroskopik granula pati
dibentuk oleh
molekul-molekul yang membentuk
lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan
ukuran, dimana ada
yang berbentuk bulat,
oval, atau bentuk
tak beraturan. Demikian juga
ukurannya, mulai kurang
dari 1 mikron
sampai 150 mikron ini tergantung
sumber patinya(Montgomery dan Dryer, 1993).
Dalam hidrolisis pati secara
enzimatis, ikatan-ikatan glukosida dari amilosa dan amilopektin diputus
sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, atau oligosakarida. Produk akhir yang
akan dihasilkan bergantung pada jenis enzim yang digunakan. Secara umum, enzim
yang digunakan untuk hidrolisis pati dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim memecah satu molekul pati menjadi dua
molekul secara acak, sedangkan eksoenzim memutuskan ikatan glukosida pati dari
ujung nonpereduksi menjadi monosakarida atau disakarida. Sebagai contoh, jika
menggunakan a-amilase (endoenzim) dan glukoamilase (eksoenzim) maka produk
akhir hidrolisis adalah glukosa(Setiawan, 2006).
Pati dalam suasana asam bila
dipanaskan akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.
Hasil hidrolisis dapat diuji dengan iodium dan menghasilkan warna biru sampai
tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis ditegaskan dengan uji Benedict(Riswiyanto,
2003).
Hidrolisis akhir dari enzim (amylase) adalah maltose dan tentu saja
tidak kuantitatif; ada sisa dari dekstrin. Jika terdapat maltosa atau jika
dihidrolisis oleh asam, kebanyakan pati akan berubah mejadi glukosa(Winarno, 1986).
Amilum atau pati dengan iodium
menghasilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur, glikogen dan
sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium membantuk warna merah
coklat(Tillman et al., 1991).
Untuk uji deteksi amilase,
degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang
terwarnai oleh iodine. Uji deteksi α amylase yang menghidrolisis α-1,4-glikogen
dan poliglucosan lainnya. Pada saat awal perlakuan terjadi penurunan yang cepat
berat molekul pati yang dihasilkan dari pewarnaan iodine. Produk akhir utama
dari degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah(Tillman
et al., 1991).
IV. Alat dan Bahan
Ø Alat
1. Erlenmeyer
250 mL
2. Kain
kasa
3. Papan
uji
4. Tabung
reaksi
Ø Bahan
1. Air
Liur
2. Aquades
3. Asam
asetat 0,1%
4. HCl
0,1 M
5. Larutan
pati 1%
6. Na2CO3
0,1%
7. Pereaksi
benedict
8. Pereaksi
iodium
V. Metode Percobaan
Hidrolisis
pati oleh amilase air liur
1. Disiapkan
papan uji dan ditetesi setiap lekukan dengan satu tetes pereaksi iodium.
2. Dimasukkan
15 mL larutan pati 1% dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan ke dalamnya 2 mL saliva. Dikocok segera baik-baik sampai
homogen.
3. Setiap
selang waktu 0,5 menit, dipindahkan satu tetes larutan pati 1% + saliva ke papan uji. Dicatat pada menit
ke berapa timbulnya warna biru, warna kecoklat-coklatan, dan kapan tidak
memperlihatkan perubahan warna lagi.
Pengaruh
pH pada aktivitas amilase air liur
1. Disediakan
4 tabung reaksi dan masing-masing diisi dengan: a) 2 mL HCl 0,1 M; b) 2 mL asam
asetat 0,1 %; c) 2 mL aquades dan d) 2 mL Na2CO3 0,1%
2. Ditambahkan
pada setiap tabung 2 mL larutan pati 1% diikuti 2 mL air liur. Dikocok dengan
air liur dan dibiarkan selama 15 menit.
3. Larutan
dalam setiap tabung (a, b, c, d) dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama
diuji dengan pereaksi iodium. Caranya ditambahkan larutan dengan 1 mL pereaksi
iodium. Bagian ke-2 diuji dengan pereaksi benedict. Caranya ditambahkan 3 mL
pereaksi benedict ke dalam tabung, diaduk rata, dan dimasukkan ke dalam
penangas air mendidih selama 5 menit. Setelah dingin, diamati warna dan endapan
yang terbentuk. Dibandingkan ke-2 uji tersebut.
VI. Hasil Percobaan
Percobaan 3. ENZIM PENCERNA
KARBOHIDRAT
Hidrolisis pati oleh
amilase air liur
Menit ke-
|
Warna
yang timbul pada uji dengan iodium
|
Perubahan kekentalan
|
0,5
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
1,0
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
1,5
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
2,0
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
2,5
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
3,0
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
3,5
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
4,0
|
Coklat
|
Tidak terjadi perubahan
|
4,5
|
Coklat-kehijauan
|
Tidak terjadi perubahan
|
Pengaruh
pH pada aktivitas amilase air liur
Larutan
pati 1% + saliva
|
pH
|
Warna
hasil uji reaksi
|
|
Iodium
|
Benedict
|
||
HCl
0,1 M
|
2,17
|
Merah
|
-
|
CH3COOH
0,1 %
|
4,05
|
Coklat
tua
|
-
|
Aquades
|
7
|
Coklat
|
-
|
Na2CO3
0,1 %
|
10,19
|
Coklat
|
-
|
VII.
Pembahasan
Pada percobaan hidrolisis pati oleh
amilase air liur didapatkan bahwa pada menit ke- 0,5 sampai 4,0 iodium tetap
berwarna coklat. Artinya pati belum terhidrolisis oleh enzim amilase karena
bila pati telah terhidrolisis sempurna, pada penambahan iodin, iodin akan
berubah menjadi warna biru. Sedangkan dari hasil percobaan, hanya pada menit
ke- 4,5 warna iodium berubah menjadi coklat-kehijauan. Hal ini berarti pada
menit ke- 4,5 pati mulai terhidrolisis. Hasil hidrolisis dari pati oleh enzim
amilase adalah dekstrin-dekstrin dan maltosa.
Hidrolisis dari pati secara
berangsur-angsur mengurangi ukuran molekul. Secara serempak, terpisah menjadi
glukosa atau maltosa dan reaksinya ditunjukkan dengan perubahan warna iodin.
Kerja α-amilase pada amilosa berlangsung
dalam dua langkah: pertama, degradasi sempurna dan cepat menjadi maltosa dan
maltotriosa. Tahap amilolisis ini adalah hasil serangan enzim secara acak. Ciri
penguraiannya adalah penurunan kekentalan dan kemampuan mengikat iodium dengan
sangat cepat. Hidrolisis dari pati secara berangsur-angsur mengurangi ukuran
molekul. Secara serempak, terpisah menjadi glukosa atau maltose dan reaksinya
ditunjukkan dengan perubahan warna iodin
Menurut Martoharsono (2006), Kerja α-Amilase
pada amilosa berlangsung dalam dua langkah: pertama, degradasi sempurna dan
cepat mecnjadi maltosa dan maltotriosa. Tahap amilolisis ini adalah hasil
serangan enzim secara acak. Ciri penguraiannya adalah penurunan kekentalan dan
kemampuan mengikat iodium dengan sangat epat.
Adapun kekentalan dari air liur (saliva) ialah tetap kental dari menit
ke- 0,5 hingga menit ke-4,5. Ciri penguraian dari hidrolisis pati adalah
penurunan kekentalan. Jadi seharusnya, semakin lama, kekentalan dari pati
semakin menurun. Kesalahan ini kemungkinan disebabkan dari kurangnya/kesalahan
pada saat pengamatan.
Pada percobaan pengaruh pH pada
aktivitas amilase air liur, kita melakukan uji aktivitas enzim amilase pada
berbagai pH yang selanjutnya akan dideteksi dengan uji iodium dan selanjutnya
ditegaskan dengan uji benedict, apakah enzim amilase efektif bekerja dalam
kondisi pH tersebut atau tidak.
Pada pH 2,17, yaitu larutan pati 1% + saliva dalam HCl 0,1 M, dengan uji
iodium menghasilkan warna merah. Artinya pati belum terhidrolisis oleh enzim
amilase. Hal ini disebabkan amilase saliva
tidak aktif pada pH di bawah 4 sehingga pati tidak terhidrolisis oleh amilase
dan tidak terdeteksi oleh uji iodium. Pada pH 4,05, 7 dan 10,19, tidak ada
tanda-tanda terhidrolisisnya pati, karena menurut teori, enzim amilase bekerja
optimum pada pH 6,5 - 7,5.
Berdasarkan teori tersebut pula warna
yang dihasilkan seharusnya mengandung warna kebiruan, yang menunjukkan bahwa
enzim amilase tersebut bekerja sesuai dengan fungsinya yaitu memecah atau
menghidrolisis amilum menjadi glukosa. Hal yang menyebabkan enzim bekerja tidak
optimal pada percobaan ini mungkin disebabkan karena beberapa faktor yang
mempengaruhi kerja enzim salah satunya yaitu saliva yang terlambat ditambahkan dan kekurangan atau kelebihan
pemberian reagen pada larutan.
VIII. Penutup
8.1 Kesimpulan
1. Hidrolisis
pati secara enzimatis oleh amilase air liur berhasil atau positif setelah
dilakukan uji iodium.
2. pH
berpengaruh pada aktivitas enzim amilase air liur, dimana pH yang paling
optimum adalah 7. Pada keadaan sedikit asam atau basa, aktivitas enzim akan
menurun.
8.2 Saran
Praktikan harus lebih
teliti dalam melakukan praktikum agar mendapatkan hasil yang sesuai.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, C. dan Purwoko. 2005.
Produksi Gula Reduksi oleh Rhizopus
oryzae dari Substrat Bekatul. Jurnal
Bioteknologi. 2(1): 21-26.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Martoharsono, S. 2006. Biokimia 1. Yoyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Mayes, P.A., Granner, D.K., Rodwell, V.W., dan Martin, D.W.,
1990. Biokimia Harper Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Montgomery. R dan
Dryer, R.L., 1993. Biokimia Suatu Pendekatan terorientasi Kasus Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.
Pudjihastuti, I. 2010. Pengembangan
Proses Inovatif Kombinasi Reaksi Hidrolisis Asam danReaksi Fotokimia UV untuk
Produksi Pati Termodifikasi dari Tapioka. Jurnal
Teknologi Pangan. 1(2): 34-38.
Riswiyanto. 2003. Kimia Organik. Erlangga : Jakarta.
Setiawan, W. M. 2006. Produksi
Hidrolisat Pati dan Serat Pangan dari Singkong Melalui Hidrolisis dengan
α-Amilase dan Asam Klorida. Jurnal
Pertanian. 3(4): 10-37.
Stryer, L. 2000. Biokimia Edisi 4. Jakarta: EGC.
Tim Penyusun. 2017. Penuntun Praktikum Struktur dan Fungsi
Biomolekul. Manado: FMIPA UNSRAT.
Tillman, A. D., Hartadi, H.
Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., Lebdosoekojo, S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta :
Gramedia.
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment