Wednesday 8 November 2017

MAKALA ENZIM PENCERNAAN KARBOHIDRAT



ENZIM PENCERNA KARBOHIDRAT
I.       Hari/ Tanggal Percobaan : Senin, 02 Mei 2017
II.    Tujuan Percobaan
1.      Menghidrolisis pati dengan amilase air liur.
2.      Mempelajari pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur.

III. Tinjauan Pustaka
Pencernaan karbohidrat sudah dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut; makanan dikunyah agar dipecah menjadi bagian-bagian kecil, sehingga jumlah permukaan makanan lebih luas kontak dengan enzim-enzim pencemaan(Lehninger, 1982).
Di dalam mulut makanan bercampur dengan air ludah yang mengandung Enzim Amilase (ptyalin). Enzim Amilase bekerja memecah molekul yang besar (seperti pati dan protein) menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh usus. Molekul pati, sebagai contohnya, terlalu besar untuk diserap oleh usus, namun enzim akan menghidrolisis rantai pati menjadi molekul kecil seperti maltosa, yang akan dihidrolisis lebih jauh menjadi glukosa, sehingga dapat diserap(Stryer, 2000).
Enzim sangatlah spesifik, baik terhadap reaksi yang dikatalisnya maupun terhadap reaktan yang diolahnya, yang disebut substrat. Suatu enzim biasanya mengkatalis satu reaksi kimia saja, atau seperngkat reaksi yang sejenis. Dalam reaksi enzimatis, jarang sekali terjadi reaksi sampingan yang menyebabkan terbantuknya hasil sampingan tidak berguna. Ini berbeda reaksi non enzimatik. Tingkat spesifikasi terhadap substrat biasanya tinggi dan kerap kali mutlak(Stryer, 2000).
Dalam mulut makanan dihancurkan secara mekanis oleh gigi dengan jalan dikunyah. Makanan yang dimakan dalam bentuk besar diubah menjadi ukuran yang lebih kecil. Makin lama mengunyah makin baik sebab penghancuran lebih efektif. Apabila makanan menjadi kecil ukurannya maka luas permukaan akan bertambah. Selama penghancuran secara mekanis ini berlangsung, kelenjar yang ada di sekitar mulut mengeluarkan cairan yang disebut saliva atau ludah. Enzim ptyalin dalam saliva merupakan suatu enzim amilase yang berfungsi untuk memecah molekul amilum menjadi maltosa dengan proses hidrolisis. Enzim ptyalin bekerja secara optimal pada pH 6,8. Di samping karena musin adalah suatu zat yang kental dan licin, maka saliva mempunyai fungsi membasahi makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan atau memperlancar proses menelan makanan. Enzim ptyalin mulai tidak aktif pada pH 4,0, karena setelah makanan ditelan dan masuk ke dalam lambung, proses hidrolisis oleh enzim ptyalin tidak berjalan lebih lama lagi. Dalam lambung cairan ini hanya dapat bertahan selama 15-30 menit, karena cairan dalam lambung bersifat sangat asam yaitu mempunyai pH antara 1,6-2,6. Rangsangan yang menyebabkan pengeluaran saliva dari kelenjar saliva adalah pikiran tentang makanan yang disenangi, adanya bau makanan yang sedap atau melihat makanan yang diharapkan sehingga menimbulkan selera(Pudjihastuti, 2010).
Kerja α-Amilase pada amilosa berlangsung dalam dua langkah: pertama, degradasi sempurna dan cepat menjadi maltosa dan maltotriosa. Tahap amilolisis ini adalah hasil serangan enzim secara acak. Ciri penguraiannya adalah penurunan kekentalan dan kemampuan mengikat iodium dengan sangat cepat. Langkah kedua jauh lebih lambat dari yang pertama dan meliputi hidrolisis oligosakarida dengan pembentukan glukosa dan maltosa(Martoharsono, 2006).
Enzim amylase memotong ikatan α -1,4 amilosa dan amilopektin dengan cepat pada larutan pati kental yang telah mengalami gelatinisasi. Proses ini juga dikenal dengan nama proses likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah dekstrin beserta sejumlah kecil glukosa dan maltose. α-amilase akan menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosida pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian dalam molekul(Mayes at al., 1990)
Salah satu jamur yang mempunyai enzim amilase adalah Rhizopus. Dalam keadaan aerob, Rhizopus banyak menghasilkan enzim amilase ekstraselular. Enzim tersebut  dihasilkan  untuk  memecah  senyawa kompleks  menjadi  senyawa  yang  lebih sederhana,  sehingga  dapat  diserap  oleh  sel  dan dapat  digunakan  untuk  pertumbuhan.  Terdapat beberapa  faktor  yang  mempengaruhi  aktivitas enzim,  yaitu  substrat,  nilai  pH,  dan  suhu. Adanya  substrat  tertentu  di  dalam  medium produksi  dapat  memicu  mikroorganisme  untuk mengeluarkan  metabolit  selnya.  Proses pemecahan pati menjadi gula reduksi disebut sebagai proses sakarifikasi. Gula reduksi dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, misalnya produksi etanol dan asam laktat(Dewi dan Purwoko, 2005).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula.  Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi.  Pati  tersusun  paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak Umumnya pati mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin  dan  5–10%  material  antara.  Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat -sifat botani sumber pati tersebut. Sumber pati utama di Indonesia adalah beras.  Disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain.  Dalam  keadaan  murni  granula  pati  berwarna putih,  mengkilat,  tidak  berbau  dan  tidak  berasa,  dimana  secara  mikroskopik granula  pati  dibentuk oleh  molekul-molekul  yang  membentuk  lapisan  tipis  yang tersusun terpusat. Granula pati  bervariasi dalam bentuk  dan  ukuran,  dimana  ada  yang  berbentuk  bulat,  oval,  atau  bentuk  tak beraturan.  Demikian  juga  ukurannya,  mulai  kurang  dari  1  mikron  sampai  150 mikron ini tergantung sumber patinya(Montgomery dan Dryer, 1993).
Dalam hidrolisis pati secara enzimatis, ikatan-ikatan glukosida dari amilosa dan amilopektin diputus sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, atau oligosakarida. Produk akhir yang akan dihasilkan bergantung pada jenis enzim yang digunakan. Secara umum, enzim yang digunakan untuk hidrolisis pati dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim memecah satu molekul pati menjadi dua molekul secara acak, sedangkan eksoenzim memutuskan ikatan glukosida pati dari ujung nonpereduksi menjadi monosakarida atau disakarida. Sebagai contoh, jika menggunakan a-amilase (endoenzim) dan glukoamilase (eksoenzim) maka produk akhir hidrolisis adalah glukosa(Setiawan, 2006).
Pati dalam suasana asam bila dipanaskan akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidrolisis dapat diuji dengan iodium dan menghasilkan warna biru sampai tidak berwarna. Hasil akhir hidrolisis ditegaskan dengan uji Benedict(Riswiyanto, 2003).
Hidrolisis akhir dari enzim (amylase) adalah maltose dan tentu saja tidak kuantitatif; ada sisa dari dekstrin. Jika terdapat maltosa atau jika dihidrolisis oleh asam, kebanyakan pati akan berubah mejadi glukosa(Winarno, 1986).
Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur, glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan iodium membantuk warna merah coklat(Tillman et al., 1991).
Untuk uji deteksi amilase, degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang terwarnai oleh iodine. Uji deteksi α amylase yang menghidrolisis α-1,4-glikogen dan poliglucosan lainnya. Pada saat awal perlakuan terjadi penurunan yang cepat berat molekul pati yang dihasilkan dari pewarnaan iodine. Produk akhir utama dari degradasi ini adalah oligosakarida dengan berat molekul yang rendah(Tillman et al., 1991).

IV. Alat dan Bahan
Ø  Alat
1.      Erlenmeyer 250 mL
2.      Kain kasa
3.      Papan uji
4.      Tabung reaksi
Ø  Bahan
1.      Air Liur
2.      Aquades
3.      Asam asetat 0,1%
4.      HCl 0,1 M
5.      Larutan pati 1%
6.      Na2CO3 0,1%
7.      Pereaksi benedict
8.      Pereaksi iodium

V.    Metode Percobaan
Hidrolisis pati oleh amilase air liur
1.      Disiapkan papan uji dan ditetesi setiap lekukan dengan satu tetes pereaksi iodium.
2.      Dimasukkan 15 mL larutan pati 1% dalam Erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan ke dalamnya 2 mL saliva. Dikocok segera baik-baik sampai homogen.
3.      Setiap selang waktu 0,5 menit, dipindahkan satu tetes larutan pati 1% + saliva ke papan uji. Dicatat pada menit ke berapa timbulnya warna biru, warna kecoklat-coklatan, dan kapan tidak memperlihatkan perubahan warna lagi.
Pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur
1.      Disediakan 4 tabung reaksi dan masing-masing diisi dengan: a) 2 mL HCl 0,1 M; b) 2 mL asam asetat 0,1 %; c) 2 mL aquades dan d) 2 mL Na2CO3 0,1%
2.      Ditambahkan pada setiap tabung 2 mL larutan pati 1% diikuti 2 mL air liur. Dikocok dengan air liur dan dibiarkan selama 15 menit.
3.      Larutan dalam setiap tabung (a, b, c, d) dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama diuji dengan pereaksi iodium. Caranya ditambahkan larutan dengan 1 mL pereaksi iodium. Bagian ke-2 diuji dengan pereaksi benedict. Caranya ditambahkan 3 mL pereaksi benedict ke dalam tabung, diaduk rata, dan dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 5 menit. Setelah dingin, diamati warna dan endapan yang terbentuk. Dibandingkan ke-2 uji tersebut.
VI. Hasil Percobaan
Percobaan 3.  ENZIM PENCERNA KARBOHIDRAT
Hidrolisis pati oleh amilase air liur
Menit ke-
Warna yang timbul pada uji dengan iodium
Perubahan kekentalan
0,5
Coklat
Tidak terjadi perubahan
1,0
Coklat
Tidak terjadi perubahan
1,5
Coklat
Tidak terjadi perubahan
2,0
Coklat
Tidak terjadi perubahan
2,5
Coklat
Tidak terjadi perubahan
3,0
Coklat
Tidak terjadi perubahan
3,5
Coklat
Tidak terjadi perubahan
4,0
Coklat
Tidak terjadi perubahan
4,5
Coklat-kehijauan
Tidak terjadi perubahan












Pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur
Larutan pati 1% + saliva
pH
Warna hasil uji reaksi
Iodium
Benedict
HCl 0,1 M
2,17
Merah
-
CH3COOH 0,1 %
4,05
Coklat tua
-
Aquades
7
Coklat
-
Na2CO3 0,1 %
10,19
Coklat
-



VII.        Pembahasan
Pada percobaan hidrolisis pati oleh amilase air liur didapatkan bahwa pada menit ke- 0,5 sampai 4,0 iodium tetap berwarna coklat. Artinya pati belum terhidrolisis oleh enzim amilase karena bila pati telah terhidrolisis sempurna, pada penambahan iodin, iodin akan berubah menjadi warna biru. Sedangkan dari hasil percobaan, hanya pada menit ke- 4,5 warna iodium berubah menjadi coklat-kehijauan. Hal ini berarti pada menit ke- 4,5 pati mulai terhidrolisis. Hasil hidrolisis dari pati oleh enzim amilase adalah dekstrin-dekstrin dan maltosa.
Hidrolisis dari pati secara berangsur-angsur mengurangi ukuran molekul. Secara serempak, terpisah menjadi glukosa atau maltosa dan reaksinya ditunjukkan dengan perubahan warna iodin.
Kerja α-amilase pada amilosa berlangsung dalam dua langkah: pertama, degradasi sempurna dan cepat menjadi maltosa dan maltotriosa. Tahap amilolisis ini adalah hasil serangan enzim secara acak. Ciri penguraiannya adalah penurunan kekentalan dan kemampuan mengikat iodium dengan sangat cepat. Hidrolisis dari pati secara berangsur-angsur mengurangi ukuran molekul. Secara serempak, terpisah menjadi glukosa atau maltose dan reaksinya ditunjukkan dengan perubahan warna iodin
Menurut Martoharsono (2006), Kerja α-Amilase pada amilosa berlangsung dalam dua langkah: pertama, degradasi sempurna dan cepat mecnjadi maltosa dan maltotriosa. Tahap amilolisis ini adalah hasil serangan enzim secara acak. Ciri penguraiannya adalah penurunan kekentalan dan kemampuan mengikat iodium dengan sangat epat.
Adapun kekentalan dari air liur (saliva) ialah tetap kental dari menit ke- 0,5 hingga menit ke-4,5. Ciri penguraian dari hidrolisis pati adalah penurunan kekentalan. Jadi seharusnya, semakin lama, kekentalan dari pati semakin menurun. Kesalahan ini kemungkinan disebabkan dari kurangnya/kesalahan pada saat pengamatan.
Pada percobaan pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur, kita melakukan uji aktivitas enzim amilase pada berbagai pH yang selanjutnya akan dideteksi dengan uji iodium dan selanjutnya ditegaskan dengan uji benedict, apakah enzim amilase efektif bekerja dalam kondisi pH tersebut atau tidak.
Pada pH 2,17, yaitu larutan pati 1% + saliva dalam HCl 0,1 M, dengan uji iodium menghasilkan warna merah. Artinya pati belum terhidrolisis oleh enzim amilase. Hal ini disebabkan amilase saliva tidak aktif pada pH di bawah 4 sehingga pati tidak terhidrolisis oleh amilase dan tidak terdeteksi oleh uji iodium. Pada pH 4,05, 7 dan 10,19, tidak ada tanda-tanda terhidrolisisnya pati, karena menurut teori, enzim amilase bekerja optimum pada pH 6,5 - 7,5.
Berdasarkan teori tersebut pula warna yang dihasilkan seharusnya mengandung warna kebiruan, yang menunjukkan bahwa enzim amilase tersebut bekerja sesuai dengan fungsinya yaitu memecah atau menghidrolisis amilum menjadi glukosa. Hal yang menyebabkan enzim bekerja tidak optimal pada percobaan ini mungkin disebabkan karena beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim salah satunya yaitu saliva yang terlambat ditambahkan dan kekurangan atau kelebihan pemberian reagen pada larutan.


VIII.     Penutup
8.1  Kesimpulan
1.      Hidrolisis pati secara enzimatis oleh amilase air liur berhasil atau positif setelah dilakukan uji iodium.
2.      pH berpengaruh pada aktivitas enzim amilase air liur, dimana pH yang paling optimum adalah 7. Pada keadaan sedikit asam atau basa, aktivitas enzim akan menurun.
8.2  Saran
Praktikan harus lebih teliti dalam melakukan praktikum agar mendapatkan hasil yang sesuai.

3.       
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, C. dan Purwoko. 2005. Produksi Gula Reduksi oleh Rhizopus oryzae dari Substrat Bekatul. Jurnal Bioteknologi. 2(1): 21-26.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Martoharsono, S. 2006. Biokimia 1. Yoyakarta : Gadjah Mada University Press.
Mayes, P.A., Granner, D.K., Rodwell, V.W., dan Martin, D.W., 1990. Biokimia Harper Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Montgomery. R dan Dryer, R.L., 1993. Biokimia Suatu Pendekatan terorientasi Kasus Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Pudjihastuti, I. 2010. Pengembangan Proses Inovatif Kombinasi Reaksi Hidrolisis Asam danReaksi Fotokimia UV untuk Produksi Pati Termodifikasi dari Tapioka. Jurnal Teknologi Pangan. 1(2): 34-38.
Riswiyanto. 2003. Kimia Organik. Erlangga : Jakarta.
Setiawan, W. M. 2006. Produksi Hidrolisat Pati dan Serat Pangan dari Singkong Melalui Hidrolisis dengan α-Amilase dan Asam Klorida. Jurnal Pertanian. 3(4): 10-37.
Stryer, L. 2000. Biokimia Edisi 4. Jakarta: EGC.
Tim Penyusun. 2017. Penuntun Praktikum Struktur dan Fungsi Biomolekul. Manado: FMIPA UNSRAT.
Tillman, A. D., Hartadi, H. Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., Lebdosoekojo, S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.
LAMPIRAN


No comments:

Post a Comment

MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

  MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN XENOBIOTIK   Disusun oleh : 1.      ONA TAMAELA (18101101051) 2.      PRAYOGI KIYATO (181011010...