Integritas dan Moral
“VERSUS” Masa Depan
oleh : Eri Mokoagow
Malam ini, kembali lagi
pikiran dan hatiku mengerakkanku untuk menulis apa yang saat ini sedang aku
rasakan. Sesaat aku seperti menjadi orang lumpuh, yang tak dapat mengerakkan
jari-jariku untuk mengetik sesuatu, ingin ku menulisnya, namun terasa kata ini
tak dapat sampai.
Enam hari dari sekarang,
aku akan menuju tahap akhirku sebagai seorang mahasiswa S1 (ujian skripsi).
Jadwal sudah keluar, undangan sudah berjalan, draft skripsiku pun sudah mulai
aku distribusikan. Hati dan pikiranku pun perlahan aku lebih mematangkannya,
untuk bersiap bertarung dalam meja ujian.
Kembali kita membahas
judul dalam tulisan ini. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, integritas adalah mutu,
sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Menurut Merriam Webster, moral adalah sesuatu mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah
dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai
dengan standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut.
Kemarin sore, tepatnya
hari Kamis, 20 Juli 2017 pukul 15:00 Wita, aku berbicang bersama teman-temanku,
sambil menunggu perubahan jadwal ujian skripsi, dikarenakan dosen pembimbing
kami yang tidak dapat bersedia pada jadwal ujian yang telah ditentukan
sebelumnya.
Kata demi kata mulai kita
keluarkan, curhatan sesama teman selalu menjadi asik untuk didengarkan. Namun,
kali ini pembahasannya menjadikan darahku mendidih, pikranku mengacau, rasanya
aku ingin berteriak lantang dalam ruangan kelas itu. Terdengar dari mereka,
bahwa jika kita ingin cepat wisuda,
maka kita harus memberikan uang kepada dosen pembimbing dan penguji kami. Kata
mereka, itu adalah informasi dari dosen-dosen kami.
Jika tidak, maka katanya,
kita akan dipersulit, sehingga kita akan batal untuk mengikuti yudisium dan wisuda “ungkap seorang dosen”. Awalnya saat aku maju ujian
proposal, aku bangga, karena menurutku, aku mendapat dosen-dosen yang penuh
integritas, namun pikiranku ternyata salah. Dosen yang selama ini
menjadi salah satu dosen terbaik menurutku, ternyata memiliki integritas dan
moral yang bobrok. Sungguh tak kusangka, gajimu yang begitu banyak tidak dapat
memuaskan hasratmu.
Didepan
lift lantai empat fakultas kami,
terpampang dalam sebuah benner (salah satu media promosi yang
dicetak dengan print digital yang umumnya berbentuk potrait atau landscape) yang
bertuliskan “STOP GRATIFIKASI”.
Menurut
Undang-Undang Pasal 12 (b) No. 20 Tahun 2001, gratifikasi
adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di
luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik.
Pada
awalnya, aku merasa bahwa fakultas kami akan mendapatkan banyak perubahan yang
sangat baik, karena kata-kata itu sudah terpampang didalam fakultas kami, namun
ternyata tidak. Tulisan dalam benner
itu ternyata hanya sebuah wacana belaka. Sungguh aku sangat
terkejut akan hal ini, pikiranku mulai kacau, hatikupun semakin bergejolak.
Seorang anak petani, kembali harus menyusahkan kedua orang tuannya, demi
kebobrokkan integritas dan moral dosen-dosennya.
Sungguh malang nasibmu
nak. Disakumu hanya tersisa uang Rp. 700.000. Untuk menyiapkan makanan saat
ujian, mungkin kamu akan menghabiskan uang Rp.200.000, belum lagi pembayaran
yang lain-lain, entah kamu akan makan apa nantinya, dan entah kamu akan
membayar pakai apa dosen-dosen itu? Sungguh, aku adalah salah
seorang yang sangat memegang teguh kata ingeritas. Karena bagiku, Negara kita
butuh orang-orang berintegritas, bukan orang-orang yang hanya pintar dalam
akademik saja. Namun saat ini, integritas dan moralku benar-benar diuji, demi
“masa depan”.
Sungguh sedih dan
marahnya aku, ketika melihat teman-temanku menjadi seorang wisudawan dengan
cara yang sangat-sangat bodoh. Rasanya fakultas kami hanya menciptakan
penjilat-penjilat dan koruptor-koruptor untuk masa depan, bukan menciptakan
generasi yang berkualitas.
No comments:
Post a Comment